Kisah Ayyub As Dalam Al-Quran
a. Nabi Ayyub As diuji Allâh
Di antara ayat al-Quran yang menjelaskan tentang Ayyub diuji terdapat dalam surat Shâd ayat 41, dan al-Anbiya 83,
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ.
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabbnya; Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dari siksaan[25].
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ.
Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Rabbnya: (Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang[26].
Menurut al-Maraghi ayat di atas perintah Allâh kepada Muhammad untuk menjelaskan kisah Ayyub As kepada umatnya tentang kesabaran Ayyub dan ketika Ayyub berdo’a kepada Tuhannya dengan kalimat,
رَبِّ إِنِّي أَصَبْتُ بِالْمَرَضِ, وَتَفْرِقُ الأَهْلِ وَضِيَاعُ الْوَلِدِ.
Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa dengan sakit dan bercerai berainya keluarga dan binasanya anak.
Dan pada bagian lain dijelaskan oleh al-Maraghi,
رَبِّ إِنِّي قَدْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَعْظَمُ رَحْمَةً مِنْ كُلِّ رَحِيْمٍ.
Wahai Tuhanku sesungguhnya aku telah ditimpa dengan kemadharatan dan engkau yang paling besar rahmatnya dari setiap yang memberi rahmat[27].
Ibnu al-Jauzi dan al-Shawi menjelaskan tentang kisah Nabi Ayyub yang diuji, antara lain; bahwa Iblis hasud terhadap Ayyub, ia berkata kepada Allâh, Wahai Tuhanku aku lihat hamba-Mu Ayyub yang bersyukur dan memuji-Mu, kalaulah aku mengujinya, ia tidak akan bersyukur dan tidak ta’at kepadamu. Iblis berkata, berilah aku kemampuan untuk membinasakan harta dan anaknya. Maka Allâh memberikan kemampuan kepadanya. Maka lenyaplah hartanya, kemudian iblis membisikan kepada Ayyub saat dia shalat, bahwa harta, binatang ternakmu telah lenyap dan masuk ke laut. Setelah selesai shalat Ayyub berkata,
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَزَقَنِي ثُمَّ قَبَلَهُ مِنِّي.
Segala puji bagi Allâh yang telah memberikan rizki kepadaku kemudian menerimanya dari aku.
Kemudian lenyaplah anak-anaknya karena tertimpa rumahnya yang roboh, lalu Iblis membisikan kepada Ayyub bahwa anaknya telah binasa. Kemudian Ayyub menjawab segala puji bagi Allâh (al-Hamdulillah), kemudian diuji dengan sakit pada badannya yang membuat penduduk kampung mengusir dia dan menyimpannya pada kandang binatang, semua orang menjauhi dia kecuali istrinya[28]. Shawi menyebutkan, Nabi Ayyub itu diuji dengan empat macam. 1) hilang hartanya, 2) mati anaknya, 3) sakit jasadnya, dan 4) diusir serta dijauhi oleh semua penduduk kampung, kecuali istrinya[29]. Al-Suyuthi mengutip riwayat Ahmad dari al-Hasan yang berkata,
أَخْرَجَ أَحْمَدُ فىِ الزهدِ عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: مَا كَانَ بَقِيَ مِنْ أَيُّوْبَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ إِلاَّ عَيْنَاهُ وَقَلْبُهُ وَلِسَانُهُ, فَكَانَتِ الدَّوَّابُ تَخْتَلِفُ فىِ جَسَدِهِ, وَمَكَثَ فىِ الكُنَاسَةِ سَبْعَ سِنِيْنَ وَأَيَّامًا.
Ahmad meriwayatkan tentang zuhud dari al-Hasan, ia berkata; tidak ada yang tersisa selain mata, hati dan lisannya, pada jasad Ayyub terdapat macam-macam binatang dan dia diam di tempat sampah selama tujuh tahun dan beberapa hari[30].
Shawi menyebutkan, Allâh Swt memberikan ujian yang sangat besar berupa kemadharatan kepada Ayyub secara khusus, ini mengandung makna akan kekuasaan Allâh sangatlah besar untuk mendatangkan ujian, dan menunjukkan bahwa ujian yang sangat besar itu ialah bagi para Nabi kemudian bagi para aulia, lalu yang sederajat dengannya[31]. Menurut al-Maraghi menjelaskan bahwa, penyakit yang diujikan kepada Ayyub adalah penyakit kulit seperti, eksim, kudis dan selain dari keduanya, yang membuat badan menjadi lemah dan sangat sakit, akan tetapi penyakit itu tidak mematikan[32]. Al-Maraghi menyebutkan lama sakit Nabi Ayyub adalah 18 tahun dan saat itu dia berusia tujuh puluh tahun,
وَرَوَى أَنَّ امْرَأَتَهُ قَالَتْ لَهُ يَوْمًا لَوْ دَعَوْتَ اللهَ, فَقَالَ: كَمْ كَانَتْ مُدَّةَ الرَّخَاءِ؟ فَقَالَتْ ثَمَانِيْنَ سَنَةً, فَقَالَ أَسْتَحْيِ مِنَ اللهِ أَنْ أَدْعُوْهُ, مَابَلَغْتُ مُدَّةَ بَلاَئِى مُدَّةَ رَخَائِى.
Dan diriwayatkan bahwasanya suatu hari istrinya berkata, kalaulah (mintalah) engkau berdo’a epada Allâh! lalu ia (Ayyub) bertanya, berapa lama (kita hidup) senang itu? istrinya menjawab 80 tahun. Kemudian Nabi Ayyub berkata; aku malu kepada Allâh untuk berdoa, tidaklah sampai lama ujianku seperti lamanya kesenangan bagiku[33].
Al-Shabuni mengutip penjelasan al-Nasfiy menyebutkan,
يُرْوَى أَنَّ أَيُّوْبَ مَكَثَ فِى الْبَلاَءِ ثَمَانَ عَشْرَةَ سَنَةً فَقَالَتْ لَهُ امْرَأَتُهُ يَوْمًا: لَوْ دَعَوْتَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فَقَالَ لَهَا: كَمْ لَبِثْنَا فيِ الرَّخَاءِ؟ فَقَالَتْ: ثَمَانِيْنَ سَنَةً. فَقَالَ: إِنِّي أَسْتَحْيِيْ مِنَ اللهِ أَنْ أَدْعُوْهُ وَمَا مَكَثَ فيِ بَلاَئِي الْمُدَّةَ الَّتِي مَكَثْتُهَا فيِ الرَّخَائِي.
Diriwayatkan bahwasanya Ayyub terkena penyakit selama 18 tahun, lalu pada suatu hari istrinya berkata: Berdo’alah kepada Allâh! Ayyub bertanya: Berapa lama kita tinggal dalam kesenangan? istrinya menjawab: 80 tahun. Ayyub berkata: Aku merasa malu untuk berdo’a kepada Allâh, belumlah berapa lama aku tinggal dalam pesakitan dibandingkan lamanya aku tinggal dalam kesenangan[34].
Al-Shabuni menjelaskan bahwa, ketika ujian terhadap Ayyub sangat pedih dan waktunya sangat panjang, maka Syaitan menggoda istrinya sehingga dia berkata, sampai kapan engkau dapat bersabar wahai istri Ayyub. Kemudian istri Ayyub pergi kesuaminya dengan jiwa yang gelisah, lalu berkata, ilâ matâ hadzâ al-Balâ` (sampai kapan ujian ini). Kemudian Ayyub marah, dan berjanji, jika Allâh menyembuhkanku pasti akan dipukul seratus kali[35].
Nabi Ayyub As mengharap afiat dan meminta kesembuhan[36]. Hal itu ditunjukkan firman Allâh, annî massaniya al-Durru (Ya Rabbku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit[37]. Kata itu menurut Shawi merupakan pengaduannya terhadap sang pencipta, dia merasa takut, lalai dari dzikir terhadap Allâh. Pengaduannya itu tidak menunjukkan akan arti bahwa Nabi Ayyub hilang kesabaran[38]. Ibnu Jauzi menyebutkan bahwa,
أَنَّ الشَّكْوَى إِلىَ اللهِ لاَ تَنَا فىِ الصَّبَرِ.
Bahwa pengaduan terhadap Allâh tidak menghilangkan kesabaran[39].
Hal ini seperti yang diucapkan Nabi Ya’qub,
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ.
Ya’qub menjawab: Sesungguhnya hanya kepada Allâh aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allâh apa yang kamu tiada mengetahuinya[40].
Al-Maraghi mengutip riwayat perkataan (pengaduan) setiap kali Nabi Ayyub dapat musibah, yaitu,
اَللَّهُمَّ أَنْتَ أَخَذْتَ و أَنْتَ أَعْطَيْتَ.
Engkau telah mengambil dan engkau telah memberikan.
Dan Nabi Ayyub berkata saat bermunajat kepada Allâh,
إلَهِي قَدْ عَلِمْتَ أَنّهُ لَمْ يُخَالِفْ لِسَانِي قَلْبِي وَلَمْ يَتَّبِعْ قَلْبِي بَصَرِي وَلَمْ يُلْهِنِي مَامَلَكَتْ يَمِيْنِي وَلَمْ آكُلْ إِلاَّ وَمَعِيْ يَتِيْمٌ وَلَمْ أَبِتْ شَبْعَانٌ وَلاَ كَاسِيًا وَمَعِي جَائِعٌ أَوْ عُرْيَانٌ.
Tuhanku! Engkau telah mengetahui sesungguhnya lidahku tidak menyalahi hatiku dan hatiku tidak mengikuti penglihatanku dan apa yang dimiliki tangan kananku tidak melalaikanku dan aku tidak makan kecuali bersamaku ada anak yatim dan aku tidak tidur dalam keadaan kenyang dan tidak mengenakan pakaian sementara bersamaku ada orang lapar atau tidak berpakaian (telanjang)[41].
________________
[25] Qs. Shâd [38]:41.
[26] Qs. Al-Anbiya [21]:83.
[27] Al-Maraghi, Op. Cit. VI:60, dan VIII:124.
[28] Al-Jauzi, Loc. Cit. Shawi, Op. Cit. III:103.
[29] Shawi, Op. Cit. III:163.
[30] Al-Suyuthi, Op. Cit. V:655.
[31] Shawi, Op. Cit. III:104.
[32] Al-Maraghi, Op. Cit. VIII [23]:124.
[33] Ibid, VI [17]:60.
[34] Al-Shabuni, Op. Cit. II:272. Al-Nasfiy, III:87.
[35] Ibid, III:44.
[36] Al-Maraghi, Op. Cit. VIII [23]:126.
[37] Qs. Al-Anbiya [21]:83.
[38] Shawi, Op. Cit. III:164.
[39] Al-Jauzi, Loc. Cit. Shawi, Op. Cit. V:378.
[40] Qs. Yusuf [12]:86.
[41] Al-Maraghi, Loc. Cit.
BACA JUGA: Tafsir Al-Furqon Surat Al-Baqoroh Ayat 21-25