Kawan Lama dan Jejak Pengabdian di Dunia Pendidikan
Oleh: Usman Adhim, S.H.I. – Anggota PERSIS Kota Malang, Pemerhati Pendidikan & HKI, Guru di SMP Al Maahira IIBS Malang
Kawan lama, kita pernah bersama cukup lama dalam sebuah lembaga pendidikan. Di sana, bukan hanya murid-murid yang belajar, tetapi kita pun turut bertumbuh sebagai pendidik. Hari-hari yang kita lalui di ruang kelas, di antara tumpukan buku dan suara riuh para siswa, menjadi saksi bahwa dunia pendidikan bukan sekadar soal transfer ilmu, melainkan juga tentang menanamkan makna.
Seringkali kita berpikir bahwa dengan mengetahui, kita akan memahami. Kita merasa cukup dengan teori, metodologi, atau strategi pembelajaran yang tertera dalam buku. Namun, pengalaman mengajar bersama justru membuka mata kita bahwa pemahaman membutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan. Ia memerlukan perenungan, kesabaran, serta kerendahan hati untuk melihat lebih dalam dari sekadar fakta dan konsep.
Pemahaman itu lahir dari keberanian kita untuk berhenti sejenak di tengah kesibukan, untuk mendengarkan detak batin sendiri ketika menghadapi tantangan kelas, untuk merasakan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak didik kita. Kita pun belajar bahwa makna tidak selalu datang dalam bentuk yang hingar-bingar. Ia hadir dalam keheningan: dalam tatapan seorang siswa yang perlahan mulai mengerti, dalam ketekunan yang tumbuh tanpa banyak kata, dan dalam doa-doa diam yang menyertai setiap langkah pengabdian.
Kini, ketika kita menengok kembali jejak masa itu, kita menyadari bahwa yang paling berharga bukan hanya apa yang kita ajarkan, tetapi juga bagaimana kita belajar bersama, tentang kesabaran, keikhlasan, dan pengabdian. Kenangan mengajar bersama di lembaga pendidikan itu bukan sekadar bagian dari masa lalu, melainkan fondasi yang membentuk siapa kita hari ini.
Semoga, kawan, perjalanan hidup kita masing-masing senantiasa diberkahi Allah. Semoga ilmu yang pernah kita sampaikan menjadi amal jariyah, sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam :
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم)
"Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim).
BACA JUGA:Makna Kemerdekaan Indonesia di Usia 80 Tahun dan Refleksi Usia Emas Lembaga Pendidikan