Keluarga Pondasi Utama Pendidikan Menuju Indonesia Emas 2045

oleh Redaksi

04 Januari 2025 | 09:45

Photo: Generated by AI

Membincangkan pendidikan tidak bisa parsial hanya soal keterampilan bernilai ekonomi. Pendidikan harus membincangkan manusia secara utuh. Itulah sebabnya, dalam Pancasila sila ke-2, cita-cita berdirinya bangsa ini adalah untuk mewujudkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Manusia yang adil adalah manusia yang memahami jatidirinya sebagai manusia dan peran apa yang harus dilakukannya. Manusia yang beradab adalah manusia yang mampu memerankan keadilan yang sudah terpatri dalam diri menjadi tindakan yang nyata dan berdampak langsung bagi lingkungannya. Ini hanya akan terwujud apabila komitmennya dalam melakukan semua itu semata-mata sebagai wujud pengabdian kepada Allah Swt., Tuhan Yang Maha Esa, yang menjadi sila pertama di dalam Pancasila. Sila pertama ini merupakan fondasi bagi semua sila yang berada di bawahnya.


Pendidikan menjadi sangat bertanggung-jawab untuk mewujudkan generasi berkarakter “adil dan beradab” sesuai amanat Pancasila agar generasi yang nantinya menjadi aktor utama peradaban Indonesia Emas 2045 benar-benar menjadi generasi yang melakukan ishlâh (perbaikan) bagi bumi Indonesia ini, bukan malah menjadi generasi perusak peradaban. Dengan karakter “adil dan beradab”, keterampilan-keterampilan ekonomis yang akan diajarkan berikutnya dan diinstalasi sebagai salah daya saing generasi emas akan bersenyawa menjadi kemampuan yang berdaya-guna tinggi bagi kehidupan dan peradaban.


Di dalam Pedoman Pendidikan Persatuan Islam yang kami rumuskan, kami menyebut generasi ini sebagai generasi “khalifatullah fil-ardh” (khalifah Allah Swt. di bumi) sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat 30. Inilah yang menjadi tujuan sistem pendidikan yang dirancang oleh Persatuan Islam (Persis). Visi ini juga ternyata sejalan dengan tujuan pendidikan yang termaktub dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang menyatakan pendidikan kita“…bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Generasi semacam ini secara ringkas dapat juga kita sebut sebagai generasi “beradab”.

 

Persatuan Islam ikut memiliki peran yang strategis dalam konteks penyiapan generasi generasi “beradab” ini. Menyiapkan generasi beradab tidak akan berhasil bila hanya mengandalkan proses persekolahan di ruang kelas, walaupun ini tetap akan memiliki peran penting. Menyiapkan generasi beradab, justru tempat paling strategisnya ada di rumah; ada di keluarga. Keluarga adalah al-madrasatul-ula (sekolah pertama). Bila di sekolah pertama ini gagal, maka sekolah-sekolah lanjutannya akan sulit untuk menginstalasi adab dalam diri anak.


Di dalam rumah anak akan mengalami proses yang alamiah, jujur, tanpa topeng. Segalanya tampak benar-benar nyata tanpa dibalut kepalsuan. Dari dunia yang nyata inilah, anak akan sangat mudah belajar bagaimana dia harus membentuk dirinya. Anak akan mengimitasi perilaku orang-orang di keluargnya dengan mudah. Guru utama mereka adalah ayah dan ibunya. Itulah juga mengapa anak cenderung meniru karakter orang tuanya. Setiap hari merekalah yang mereka saksikan dan terus menerus masuk ke dalam memori dan alam bawah sadar dirinya.


Oleh sebab itu, membicarakan pendidikan tapi mengabaikan penguatan keluarga dan mengarus-utamakan ketahanan keluarga seperti membangun rumah tanpa fondasi. Mungkin rumah yang dibangun bisa kelihatan cantik dan bagus. Akan tetapi, sedikit saja mendapat guncangan rumah tanpa fondasi ini mudah luluh lantak hancur berantakan. 

BACA JUGA: Iman Pangkal Kekuasaan
Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon