Iman Pangkal Kekuasaan

oleh Ismail Fajar Romdhon

01 Januari 2025 | 12:53

Ustaz Dr. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum

Iman Pangkal Kekuasaan

Menyelami Nasihat Imam Al-Ghazali Kepada Muhammad Bin Maliksyah As-Saljuky


Oleh: Dr Tiar Anwar Bachtiar


Imam Al-Ghazali hidup pada masa akhir kekuasaan Abbasiyah. Beliau wafat tahun 1111 M. Pada masa itu, umat Islam tengah mengalami pukulan hebat akibat jatuhnya Baitul Maqdis ke tangan Pasukan Salib (1099-1187 M). Saat Baitul Maqdis berhasil direbut kembali oleh Salahuddin Al-Ayyubi, Imam Al-Ghazali sudah lama meninggalkan dunia ini. Tetapi karena pemikiran-pemikiran Imam Al-Ghazali-lah umat Islam tersadarkan dengan apan yang harus dilakukan agar mereka bisa bangkit kembali merebut Baitul-Maqdis. Di antara pemikiran utama Imam Al-Ghazali adalah bahwa yang harus diperbaiki dari umat adalah mengubah orientasi duniawi yang melanda umat dalam berbagai bidang menjadi kembali berorientasi pada keridhaan Allah Swt. Dalam salah satu kitabnya, Al-Kasyfu wa Al-Tabyîn fî Ghurûr Al-Khalqi Ajma’în menjelaskan secara rinci bagaimana tergelincirnya manusia menjadi berorientasi dunia, padahal kalau dilihat dari profesi dan keahliannya seharusnya lebih dekat pada Allah Swt. seperti seorang ahli tasawwuf, ahli fiqih, ahli tafsir, ahli hadis, dan sebagainya. Bila seorang yang ahli dalam bidang agama saja dapat tergelincir hingga tidak menjadikan Allah Swt. sebagai tujuannya, apatah lagi yang memegang peran duniawi seperti penguasa dan pengusaha.


Pesan-pesan Imam Ghazali yang hampir semuanya ditulis semasa umat Islam menghadapi pasukan Salib dan banyak mengalami kekalahan isinya selalu konsisten, yaitu mengingatkan manusia terhadap tujuan hidup utamanya: Allah Swt. Dunia hanyalah tempat singgah sementara dan tempat memaksimalkan amal agar kehidupan abadi kelak di akhirat dapat dilalui dengan sukses. Untuk bangkit umat Islam bukan harus memperbanyak harta dan tentara atau dengan memperluas kekuasaan, melainkan harus kembali dahulu pada Allah Swt. dan memperbaiki orientasi hidup bukan untuk di dunia ini, malainkan untuk akhirat dan bertemu Allah Swt.


Oleh sebab itu, ketika Imam Al-Ghazali diminta menuliskan nasihat oleh Sultan Muhammad putra Sultan Saljuk tersohor Maliksyah, ia menuliskan kitab yang amat relevan dan isinya konsisten dengan buku-bukunya yang lain. Kitab yang ditulisnya itu kemudian diberi judul At-Tibr Al-Masbûq fî Nasîhah Al-Mulûk. Kitab ini semula ditulis dalam bahasa Parsi kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh salah seorang muridnya. Isinya nasihat untuk Muhammad bin Maliksyah tentang apa yang harus dilakukannya sebagai seorang sultan. Akan tetapi, Imam Al-Ghazali tidak menasihatinya tentang strategi dan program apa yang harus dilakukannya, melainkan tentang hal yang sangat esensial sebagai pondasi bagi sebuah kekuasaan. Mengenai strategi dan program bisa jadi Sultan lebih tahu dibandingkan Imam Al-Ghazali. Lagi pula akan lebih relevan bila hal demikian dimusyawarahkan dengan para pembantunya di istana. Nasihat Imam Al-Ghazali dalam kitab ini ternyata sangat substantif, yaitu tentang sentralnya keimanan dalam mengarahkan keadilan seorang pemimpin.


Bagi Imam Al-Ghazali, keimanan merupakan bekal utama dalam kepemimpinan. Semua kepandaian dalam memimpin bisa menjadi bahaya besar bila tidak disertai keimanan, Bagaimana keimanan mewujud dalam kemaslahatan kepemimpinan? Tulisan ini akan mencoba mengurainya diambil dari bagian awal kitab At-Tibr.

BACA JUGA: Amanah, Keadilan dan Loyalitas Kepemimpinan