Madyan dan Aikah Ahli Ekonomi Hancur Karena Tidak Jujur

oleh Redaksi

07 Januari 2025 | 19:28

Madyan dan Aikah: Ahli Ekonomi Hancur Karena Tidak Jujur

Jual beli yang tidak Mabrur  (Ma-zûr)


Terdapat beberapa jenis jual beli yang tidak bersih, jual beli yang kotor yang dilarang dalam Islam, antara lain,


  1. Bai’u al-Mulâqîh, yang ada dalam kandungan ibu,


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ ص نَهَى عَنْ بَيْعِ الْمَضَامِيْنِ والْمَلاَقِيْحِ.


Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw, beliau melarang[32]


1.Bai’u al-Hashât, jual beli lempar batu,


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَارِ.


Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw, beliau melarang[33]


2.Bai’u al-Arayân, jual beli cengkeram, yaitu bayar sebagian dan hangus jika jual beli tidak jadi,


عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ.


Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw, beliau melarang[34]


3.Bai’u al-Najasy, jual beli Najasy, (a) memuji barang sendiri menjelekkan barang orang lain. (b) Menawar dengan harga tinggi supaya yang lain membeli,


عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ بَيْعِ النَّجْشِ.


Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw, beliau melarang[35]


4.Bai’u al-Mukhâqalah, (a) Menjual biji-bijian yang masih diurainya. b) Menjual tanaman dengan borongan.


عَن أَنَسٍ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ بَيْعِ الْمُحَاقَلَةِ, وَالْمُخَاضَرَةِ, وَالْمُلاَمَسَةِ, وَالْمُنَابَذَةِ, وَالْمُزَابَنَةِ.


Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw, beliau melarang[36]


5.Bai’u al-Muzâbanah, (a) bertengkar. (b) Berebutan. (c) Menjual yang sudah jelas timbangannya dengan yang belum jelas,


أَنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةِ. اَلْخَمْسَةُ


6.Bai’u al-Muhâdlarah, menjual biji-bijian yang masih hijau, belum jelas bisa dimakan, Bai’u al-Mulâmasah, jual beli dengan meraba (tidak dilihat) yang dibelinya,


نَهَى رَسُوْلُ اللهِ عَنِ الْمُخَاضَرَةِ وَ الْمُلَامَسَةِ. البخاري 


7.Bai’u al-Gharâr, yang belum jelas, jual bulu masih di badan binatang,


نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ. مسلم


8.Bai’ataini fî bai’atin, dua jual beli dalam satu jual beli,


نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ بَيْعَتَيْنِ فَي بَيْعَةٍ. أحمد  


9.Salfun wa bai’un, yaitu pinjam dan jual,


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَ بَيْعٌ. الخمسة


10.Tibâ’u al-Sala’ haitsu tubtâ’un, menjual barang dimana di beli,


أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص نَهَى تِبَاعَ السَّلَعِ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يُجَوِّزُهَا التُّجَّارُ اِلَى رِحَالِهِمْ. احمد, ابودود.


Bait al-Maal


Sedikit ataupun banyak, baik langsung atau tidak, bait al-Mâl akan terlibat dengan tijârah, yang diinginkan tentunya tijarah yang bersih. Kebanyakan perdagangan pada bait al-Mâl dilakukan oleh perorangan, dan didasarkan atas prinsip mitra usaha (syarâkah). Yang selanjutnya berjalan dengan menerapkan prinsip,


  1. Mudlarabah, bait al-Mâl (Bank) memberikan modal dan nasabah menyediakan pengalaman, laba dibagi menurut suatu rasio yang telah disetujui. Jika mengalami kerugian, banklah yang memikul, nasabah hanya kehilangan nilai kerja.
  2. Musyarakah, baik bank maupun nasabah memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda dan rasio laba yang ditentukan sebelumnya.
  3. Murabahah, bank membeli komoditi untuk para nasabahnya dan menjualnya kembali sampai seharga yang maksimum yang ditetapkan atau rasio laba yang pada harga yang dinyatakan semula.
  4. Tawliyah, penjualan kembali barang dengan harga yang dinyatakan semula tanpa laba atau rugi bagi penjual.
  5. Wadi’ah, penjualan kembali barang dengan potongan dari harga semula.


Dalam sejarah Islam dini dikenal adanya 3 macam Bait al-Mâl, yaitu,


  1. Bait al-Mâl al-Khas, adalah perbendaharaan kerajaan, dengan sumber pendapatan dan pengeluaran sendiri, seperti pengeluaran pribadi khalifah.
  2. Bait al-Mâl, adalah sejenis bank negara untuk kerajaan, tetapi tidak berarti ia memiliki semua fungsi bait al-Mâl. Administrasinya berada pada tangan seorang.
  3. Bait al-Mâl al-Islamin, adalah perbendaharaan semua kaum muslimin, berfungsi untuk kesejahteraan semua warga tanpa memandang agama, kasta dll. Bait al-Mâl ini bertempat di mesjid yang dikelola oleh Qadhi[37].


Memakmurkan Mesjid


Seperti telah disinggung di atas, bait al-Mâl al-Islamin, bertempat di mesjid, ini menunjukkan bahwa mesjid tidak hanya berfungsi untuk dzikir dan shalat saja, tetapi berfungsi juga untuk syiar Islam yang lainnya, misalnya pendidikan dan da’wah. Dalam sejarah Islam klasik mesjid merupakan tempat pendidikan dan da’wah Islam ke dua setelah al-Dâr. Selama di Mekkah, Nabi menjadikan Dâr al-Arqam bin Arqam sebagai tempat da’wah dan pendidikan. Setelah di Madinah Mesjid sebagai tempat da’wah dan pendidikan kedua, lalu ketiga Mesjid dan Shuffa, yaitu mesjid yang ditambah disampingnya tempat belajar, kemudian keempat Mesjid dan Khan, yaitu mesjid ditambah dengan asrama, kelima Mesjid dan Madrasah, yaitu mesjid ditambah bangunan sekolah dengan fasilitas pendidikan yang lengkap di dalamnya[38]. Menjadikan mesjid sebagai kegiatan tersebut di atas, termasuk kepada jenis memakmurkan mesjid. Dan memakmurkan mesjid itu merupakan kewajiban bagi orang-orang mu’min.


إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ {} أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ يَسْتَوُونَ عِندَ اللّهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ {}

 

Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allâh ialah orang-orang yang beriman kepada Allâh dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menuaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allâh, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (.:) Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allâh dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allâh. Mereka tidak sama di sisi Allâh; dan Allâh tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim[39].


ْيَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَتَبَاهُوْنَ بِالْمَسَاجِدِ ثُمَّ لَا يَعْمُرُوْنَهَا إلاَّ قَلِيْلًا. أحمد


[32] Al-'Asqalaniy, Buluughu al-Marram min Adillat al-Ahkam, Beirut: Daar al-Fikr, h. 174. NH. 845.

[33] Ibid, h. 168. NH. 817.

[34] Ibid, h. 169. NH. 822.

[35] Ibid, h. 170. NH. 825.

[36] Ibid, h. 170. NH. 827.

[37] Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997. h. 167-205.

[38] Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Mizan, 1994, Bandung, h. 29.

[39] Qs. Al-Taubah [9]:19.


DAFTAR PUSTAKA




  1. Abi Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Jami al-Bayan an al-Ta`wil Ai Alquran, Jilid V, XI, Dâr al-Fikr, Beirut, 1988.
  2. Ahmad al-Shwi al-Maki,  Hatsiat al-‘Alamah al-Shwi ‘ala Tafsir Jalalain, II, Dâr al-Fikr, 1993.
  3. Abdu al-Rahman Jalaludin al-Sututhi, al-Dur al-mantsur fi Tafsir al-Ma`tsur,  V, Dâr al-Fikr, Beirut, 1992.
  4. Ahmad Mushtafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, III, V, VII, X, Dâr al-Fikr, Beirut, 1974.
  5. Abdul Wahab al-Najjari, Qishash al-Anbiya, Dâr al-Fikr, Beirut, tt.
  6. Al-Shan’ani, Subulu al-salam,  jilid 4,Dahlan, Bandung, tt.
  7. Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997.
  8. Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Mizan, 1994, Bandung.
  9. Hasbi Al-Shidieqi, Al-Ialam, II, Bulan Bintang, Jakarta, 1977.



BACA JUGA: Jamiyyah Yes, Keluarga Oke
Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon