Penyimpangan Akidah Islam

oleh Redaksi

04 Januari 2025 | 16:50

Gambar ilustrasi

6.Al-Syubuhât


a. Arti syubhat   

Al-raghib ( 2004: 285) menyebutkan, syubhat ialah seseorang tidak dapat membedakan salah satu dari dua perkara dengan yang lainnya karena adanya kesamaan baik dari jenis atau isinya, Sementara al-Buraikan ( 1994: 37) menjelaskan, syubhah diambil dari kata isytabaha artinya apabila sesuatu telah bercampur dengan yang lainnya sehingga tidak dapat dibedakan.


Dalam arti syariat, syubuhat berarti pendapat, pemahaman, mazhab atau tindakan yang di dalamnya bercampur kebenaran dan kebatilan dalam bidang syariat.


b.Bentuk-bentuk syubhat

Syubuhat itu ada yang berupa syubuhat naqliyyah, yaitu syubhatnya pada dalil nash, dan syubhat aqliyyah, yaitu syubhat pada pemikiran akal.


1.Syubhat Naqliyyah, terdiri dari syubhat lafaz dan syubhat makna


a.Syubhat lafaz

Syubhat lafaz, yaitu bila lafaz merupakan faktor penyebab terjadinya kesulitan. Al-Buraikan ( 1994: 37) mengambil contoh dari kalimat, الحجر يمين الله فى الأرض / hajar aswad adalah tangan kanan Allah di bumi. Mungkin orang memahami, hajar aswad itu tangan kanan Allah, padahal maksudnya tidak demikian, karena tangan kanan Allah sesuatu yang lain dan hajar aswad sesuatu yang lain pula, karena sesuatu itu tidak menyerupai dirinya sendiri.


Dalam Alquran dijumpai ayat pada al-Baqarah: 245 من ذا الّذي يقرضُ اللهَ  / siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah ? Orang yang dalam hatinya ada penyakit mungkin memahami bahwa Allah itu miskin, butuh bantuan dan pinjaman, padahal tentu maksudnya bukan demikian. Al-Maraghi ( I,211) menjelaskan, ayat di atas mendorong manusia untuk mendermakan hartanya dalam berperang. Dan untuk mendermakan harta bagi kemaslahatan umum biasanya tidak banyak orang bila dibanding dengan berderma untuk kepentingan sendiri, disini Allah menggunakan kata ' pimjaman' menunjukan kepada pentingnya, padahal Allah itu maha kaya. Shawi ( I, 158) menjelaskannya, ini memberi khitab akan sangat penting, dan tidak ada disana jual beli dan pinjaman karena seluruh kekuasaan ada pada Allah, Allah maha kaya dari semua yang ada di alam.   


b.Syubhat makna

Syubhat makna, yaitu jika kesulitan atau syubhat itu terletak pada makna. Misalnya al-Buraikan (1994: 37) memberi contoh sebuah hadits Kudsi جُعْتُ فلَمْ تُطْعِمْنِي / aku lapar tapi kamu tidak memberi aku makan. Sepintas mungkin orang mengira bahwa Allah itu benar-benar lapar, dan minta makanan. Tentu pemahaman itu salah, karena hadits itu telah menjelaskan dirinya apa yang dimaksud, yaitu sabda Nabi saw menjelaskan لَوْ أَطْعَمْتَ عَبْدي فُلانًا لأَطْعَمْتَني / jika kamu memberi makan hambaku si pulan sungguh engkau telah memberi makan kepadaku. Dengan demikian yang diberi makan itu bukan Allah tapi hamba-Nya.

           

2.Syubhat Aqliyyah,

Syubhat Aqliyyah, yaitu syubhat yang terjadi pada pengambilan dalil-dalil aqal, dengan pengambilan yang keliru. Misalnya, orang mengatakan ' keragaman sifat menunjukan keragaman zat. angapan ini salah. karena keragaman sifat menunjukan akan kesempurnaan yang disifatinya, sifat yang banyak itu digunakan untuk memuji.


Zuhair al-Tsawiys ( 1392 : 237) menyebutkan, penyakit hati itu dua macam, penyakit syubhat dan penyakit syahwat. Penyakit syahwat seperti pada al-Ahzab: 32


فلا تَخْضَعْنَ بالقول فيطمع الذي في قلبه مرضٌ


Dan penyakit syubhat al-Baqarah: 10 في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضا  Penyakit syubhat lebih buruk dari penyakit syahwat, karena penyakit syahwat dapat sembuh dengan cara memenuhi syahwat, sementara penyakit syubhat tidak ada obatnya jika Allah tidak mendatangkan rahmatnya. Syubhat dalam hal sifat-sifat Allah, ada yang disebut syubhat nafy, yaitu meniadakan sifat, dan syuhbat tasybih, yaitu membandingkan sifat Allah dengan sifat makhluqnya. Syubhat nafy lebih buruk dari syubhat tasybih karena ia itu merupakan penolakan dan mendustakan risalah rasul, sementara syubhat tasybih merupakan sesuatu yang melewati dari batas-batas apa yang dibawa oleh rasul. Menyerupakan Allah dengan makhluqnya adalah pekerjaan kufur, demikian juga meniadakan akan sifat -sifat Allah.


7.Al-Majâz


a.Arti Majaz

Secara bahasa kata مجاز / majaz artinya melewati batas. Kata ini dijumpai dalam Alquran, al-'Araf : 138 و جاوزنا ببني اسرائيل البحر  Dan secara ishtilah, majaz menggunakan kata bukan dengan makna aslinya. Jadi majaz adalah makna ke dua, sedangkan makna pertama disebut haqiqi. Seperti kata الأسد / singa digunakan untuk orang pemberani, dalam kata انتَ أسدٌ / engkau adalah pemberani.( Al-Buraikan:38, Al-Jurjani:258, Al-Raghib:116)


b.Perbedaan pandang keboleham majaz

Al-Buraikan ( 1994: 38) menyebutkan, Anggapan yang membolehkan adanya majaz dalam Alquran dan al-Sunnah telah membuka peluang bagi pengikut hawa nafsu dan bid'ah dari golongan Kebatinan dan Kaum Sufi untuk menyimpang dan mempermainkan makna Kalam Allah. Kebolehan itu menyebabkan terbukanya peluang mengikuti hawa nafsu dan meluasnya wilayah khilaf yang sulit diselesaikan karena ketidak percayaan terhadap makna-makna nash.


Dalam kaitan ini, penulis beranggapan, menggunakan majaz dalam Alquran dan al-Sunnah sepanjang tidak menyalahi Alquran dan al-Sunnah dalam aqidah tentu dibolehkan. Hal ini seperti Ali al-Shabuni menyebutkan dalam beberapa contoh dalam Alquran tentang majaz, misalnya هدى للمتّقين Ini adalah majaz al-'Aqly, yaitu menyandarkan Hidayah terhadap Alquran sebagai sebab, padahal yang memberi petunjuk الهادي hakikatnya adalah Allah pengurus semua alam. ( Ali al-Shabuni:I,24). Contoh lain pada ayat yang berbunyi يجعلون أصابعهم في آذانهم Ini contoh Majaz Mursal disebut keseluruhan maksudnya sebagian, karena masuknya semua jari ke dalam telinga adalah sesuatu yang tidak mungkin ( Ali al-shabuni:I, 29).


8.Al-Mutasyâbih


a.Arti Mutasyabih

Secara bahasa. mutasyabih , kembali kepada kata al-syibhu artinya keserupaan atau samar, karena adanya keserupaan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan ( al-Buraikan: 38) , Al-Raghib (2004: 285) menyebutkan mutasyabih dari Alquran yaitu, yang sulit ditafsirkan karena adanya kesamaran dengan yang lain, baik dari sisi lafaz atau makna. Dan secara istilah mutasyabih yaitu mempunyai beberapa arti dengan beberapa alasan.


b.Bentuk-bentuk Mutasyabih

Al-Buraikan ( 2004 : 39) menyebutkan, ada Mutasyabih 'Aam dan Mutasyabih Khash. Maksudnya Mutasyabih 'Aam yaitu keserupaan atau kesamaran yang bersifat umum, artinya ayat-ayat Alquran menyerupai satu sama lain dalam hal الإتقان / al-itqan = ketepatan, الصدق / al-sidqu= kebenaran, البلاغة /al-balaqagh = kepasehan dan lainnya.


Mutasyabih khash, yaitu kesamaran yang bersifat khusus. Dan untu ini ada dua bagian, 1) Kesamaran yang tidak diketahui kecuali oleh Allah swt. seperti, keghaiban, zat Allah, hakikat sifat-sifat dan nama-nama Allah swt.2) Keserupaan yang tidak diketahui oleh sebagian manusia, tapi diketahui oleh manusia yang lain. Contoh untuk ini, Ali Imran: 7 و ما يعلم تأويله إلاّ اللهُ و الراسخون في العلم يقولون آمنّا به Jika seseorang berhenti pada kalimat الله dia menjadikan ta'wilnya 'pengetahuan itu hanyalah milik Allah / hanya diketahui oleh Allah. Tapi jika berhenti pada akhir dari jumlah tersebut di atas, maka yang mutasyabih itu kita atau sebagina dari kita mengetahui dan sebagian yang lain tidak mengetahui. Kenapa demikian ? karena apa yang kita ketahui adalah makna bahasa dari lafaz-lafaz yang serupa itu.


Menurut al-Raghib ( 2004: 285) dilihat dari sisi jumlah, mutasyabihitu ada tiga bentuk: Mutasyabih dari sisi lafaz saja , Mutasyabih dari sisi arti saja, Mutasyabih dari sisi lafaz dan maknanya.


Mutasyabih dari sisi lafaz saja ada dua bentuk :

  1. Berupa lafaz-lafaz mufrad

Berupa lafaz-lafaz mufrad, hal ini mutasyabih karena musytarak /memiliki arti dua atau lebih, seperti lafaz اليد / tangan dan lafaz العين / mata. Juga karena غريبة اللفظ yaitu lafaz yang asing maknanya, seperti lafaz الأبُ Al-Raghib ( 2004 : 13) menjelaskan lafaz الأبُ bisa bermakna الوالد = ayah dan كلٌّ مَنْ كَانَ سببًا في إيْجَادِ شَيْئٍ أَوْ إِصْلاحِه أو ظُهُوْرِهِ أَبًا setiap yang menjadi sebab adanya sesuatu, kemashlahatan atau menculnya disebut الأبُ Karena itu Nabi Muhammad disebut al-Abu orang-orang mu'min, al-Ahzab: 6  النبيُّ أولىَ بالمؤمنين من أنفسهم و أزواجه أمّهاتُهم (dalam sebagian qiraat و هو أبٌ لهم ). Dan al-Raghib mengutip sabda nabi terhadap Ali bin Abi Thalib أَنَا وَ أنتَ أَبَوَا هذه الأمّة : aku dan engkau bapak dari umat ini. Dalam bahasa Arab ada kalimat أَبُوْ الأَضْيَافِ artinya ' bapak tamu', disebut demikian karena Ia mencari sesuatu buat mereka, dan kalimat أبو الحَرْبِ bapak pertempuran ' karena Ia yang membangkitkan berperang'. Kadang pula Paman beserta bapak disebut أَبَوَيْنِ / dua bapak, demikian juga Ibu beserta bapak, serta kakek dan bapak disebut ' dua bapak' misalnya dalam Alquran mengenai kisah Ya'qub, al-Baqarah: 133,


ما تعبدون من بعدي قالوا نعبد إلهك و إله آبائك إبراهيم و إسماعيل و إسحاق إلهاً واحدًا


Dan contoh di atas Isma'il disebut bapak padahal Dia adalah paman mereka. Demikian juga معلّمُ الإنسان / pengajar , disebut juga الأب seperti pada ayat al-Zukhruf: 22 firman Allah وَجَدْنا آبَاءناَ على أمّةٍ yang dimaksud adalah ulama-ulama kami yang telah mendidik dengan ilmu, Dan firman Allah Luqman: 14 أَنِ اشكرْ لي وَ لوالديك yaitu bapak dan ibu yang telah melahirkan dan telah mengajarinya dengan ilmu pengetahuan.        


b.Berupa Kalam murakkab,

yaitu susunan perkataan, dan ada 3 bentuk:

1.Untuk meringkas perkataan, al-Nisa: 3,


و إن خفتم ألاّ تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء

Ayat di atas isinya panjang, tapi disajikan Allah dengan susunan perkataan yang ringkas


2.Untuk melebarkan susunan perkataan,

Untuk melebarkan susunan perkataan, al-Syura:11 ليس كمثله شيئٌ Kalau kalam ini diucapkan dengan kalimat ليس مثْلَهُ شَيْئٌ tentunya tidak selebar yang disebutkan di atas, dan bisa jadi bagi pendengar akan lebih jelas.


3.Untuk nadzam dalam perkataan, al-Kahfi:1

أَنْزَلَ على عبده الكتابَ و لم يجعلْ له عِوَجًا قَيِّمًا


Jika ayat di atas di kira-kirakan susunannya yaitu  الكتابَ قَيِّمًا و لم يجعلْ له عوجا


Mutasyabih dari sisi makna saja, yaitu kesamaran dari sifat-sifat Allah, sifat-sifat hari kiyamat, karena sifat-sifat tersebut tidak dapat dibayangkan oleh kita, sementara kita hanya tahu dari apa yang kita tahu melalui indra saja.


Mutasyabih antara arti dan lafaznya, misalnya mutasyabih antara umum dan khusus, contoh, al-Taubah : 5 اقتلوا المشركين apakah semua orang kafir atau yang tertentu saja secara khusus ? . Juga mutasyabih antara hukum wajib dan sunat, al-Nisa :3 dalam firman Allah فانكحوا ما طاب لكم . Untuk ini baru akan dapat diketahui maknanya setelah dilakukan penelitian dan pengkajian yang dalam.


Al-raghib ( 2004 : 286) selanjutnya menyebutkan. Semua mutasyabih itu ada 3 bentuk, 1)Bentuk dimana manusia tidak ada jalan untuk mengetahuinya,seperti waktu terjadinya kiyamat, 2) Bentuk dimana manusia punya cara unutk mengetahuinya, seperti mengetahui lafaz-lafaz yang Gharib dan hukum-hukum, 3) Bentuk yang diragukan di antara dua, yaitu sebagian manusia dapat mengetahuinya seperti al-Rasikhun, sementara yang lainnya tidak, ini diisyaratkan sabda Nabi terhadap Ali bin Abi Thalib,


اللهمَّ فقِّههُ في الدين و علِّمْهُ التَأْويْلَ. رواه البخاري


Ya Allah fahamkanlah Ia dalam Agama dan ajarkanlah padanya ta'wil.




DAFTAR PUSTAKA


Ibrahiem bin Muhammad al-Buraikan, al-Madkhal li Dirasah al-'Aqidah al-Islamiyah , Dar al-Sunnah, al-Khabar, al-aqrabiyah, 1994

Zuhair al-Tsawisy,Syarh al-'Aqidah al-Thahawiyyah,al-maktab al-Islami,Bairut, 1391 H

Al-Raghib al-Ashfahani, Mu'jam Mufradat al-Fadh Alquran, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Baerut, Lubnan ‏, 2004

Ahmad Mushtafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, I, Dar al- Fikr, Baerut, Lubnan,1971

Ahmad Shawi al-maliki, Hasyiah al-'Alamah al-shawi,Dar al-Fikr, Baerut, 1993

Al-Jurjani, al-Ta'rifah, Dar al-Kitab al-Arabi, Bairut, 1992

Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, I, Dar Ihya al-Turats al-'Arabi, Baerut, Lubnan1998

Khadim al-Harmain al-Syarifain, Alquran wa Tarjamatuhu ila al-Lughah al-Indonesia, 1971

Abd al-Baqi, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadh Alquran al-karim, Dar al-Ma'rifah, Baerut, Lubnan,1992

Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawir, Krapyak, Yogyakarta, 1984  

BACA JUGA: Keluarga Pondasi Utama Pendidikan Menuju Indonesia Emas 2045
Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon