Oleh: Yusup Tajri
Beberapa hari yang lalu, tepatnya 19 Januari 2023, beredar video seorang Kafilah Du’at Persatuan Islam. Video tersebut merupakan momen perpisahan Hakim Nurul Iman di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebagai da’i/guru di daerah terpencil, Hakim bersama rekan seangkatan mengakhiri pengabdiannya di tahun 2022. Berbagai komentar positif muncul menanggapi tayangan tersebut. Sebagaimana yang lain, saya pun terharu melihatnya. Ingin memberikan ulasan seketika, namun baru sempat sekarang.
“Hajat besar Pulau Kanggé melepas dai PP PERSIS,” tulisan yang dikirim Ustaz Dr. H. Tiar Anwar Bahctiar, M.Hum di grup Tasykil Pimpinan Pusat (PP) PERSIS pada hari Rabu, 18 Januari 2023, menjelaskan kiriman video tersebut. Video malam hari tersebut memperlihatkan suasana acara cukup besar dengan memasang tenda pertemuan dan kursi yang cukup banyak. “Acara perpisahan dengan Ust. Hakim,” tulisan yang terkirim sepaket dengan video tersebut. Saya hanya bereaksi biasa saja melihat video di grup ini. Perkiraan saya perpisahan Hakim itu bersamaan dengan acara lain. Ternyata tidak, apalagi dengan video lainnya yang tersebar esok harinya.
Pukul 10.35 WIB saudara Hakim mengupload 3 video berdurasi pendek di grup Kafilah Du’at Angkatan XI. “Terima kasih kepada PERSIS yang telah mengutus saya bertugas di Alor, Nusa Tenggara Timur,” tulis alumni PPI 81 Cibatu tersebut ditambah emot menangis. Tayangan 0.44 – 1.15 detik itu memperlihatkan suasana perpisahan dirinya dengan masyarakat di pulau Kanggé NTT. Seluruh video ini memperlihatkan suasana ramai dan haru masyarakat melepas kepergian Ustaz Hakim di dermaga. Alumni Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) PERSIS Garut ini rupanya mendapat tempat khusus di hati masyarakat Alor. Da’i Kafilah Du’at Persatuan Islam Angkatan XI ini ternyata cukup menyita perhatian jamaah setempat.
Suasana memikat tersebut ternyata tidak hanya bagi yang merasakan langsung. Yang melihat melalui video pun merasakan atmosfir haru biru suasana perpisahan tersebut. Saya menyebar 3 video tersebut ke beberapa grup yang dirasa perlu untuk mengetahuinya. Ternyata orang lain mengirimkan juga ke grup lain yang saya rasa tidak perlu untuk mengetahuinya. Tapi, rasa simpati tersebut rupanya dirasakan pula oleh yang lain sehingga mengirimkannya ke grup lain. Kiriman tersebut rupanya disebar pula melalui medsos lainnya.
“Anak ini punya bakal untuk jadi magnet masyarakat, dai sejuta umat. Baiknya Bidang Dakwah segera panggil nanti setelah pulang, dan rencanakan penempatan baru,” tulis Dr. H. Tiar Anwar Bachtiar terhadap 3 video tersebut.
“Muballig yang bertanggung jawab melahirkan kasih sayang penuh akrab,” komentar ustadz Drs. H. Uus M. Ruhiyat di grup Bidang Dakwah.
“Beban berat buat penggantinya,” ujar Ustadz H. Deni Solehudin, M.Si.
Melihat komentar demikian saya pun penasaran. Saya tidak merasa cukup melihat video saja. Bisa saja setingan seperti di sinetron atau kampanye. Saya pun menghubungi aktivis di daerah tersebut yang men-tag nama saya di suatu grup.
“Di antara da'i-da’i yang dikirim, Hakim berbeda dengan yang lain, Ustaz. Seluruh masyarakat Pulau Kangge merasa sedih yang mendalam ketika mengantarkan Hakim untuk kembali pulang ke pulau Jawa. Terutama bapak asuh Hakim,” ujar salah satu aktivis di pulang Kanggé.
“Memang sulit untuk menceritakan sosok da'i muda ini. Namun, bagi masyarakat Pulau Kangge, pribadi Hakim sangat berkesan bagi mereka. Jarang da'i mengabdi di Pulau Kangge selama satu tahun. Berbeda dengan Hakim, sosok yang satu ini mampu menghipnotis warga Pulau Kangge. Sehingga, kepulangannya kembali ke Pulau Jawa menitipkan kesedihan yang mendalam bagi warga pulau Kanggé. Intinya, bagi masyarakat Pulau Kangge, Hakim adalah sosok da'i yang luar biasa,” jelas aktivis tadi melalui japri.
Keesokan harinya Hakim mengirimkan foto bayi. “Kelahiran pas di malam perpisahan Ustaz Hakim Laba. Dan malam ini langsung diberi nama Hakim Ledo. Maa syaa Allah! Jadi anak shaleh sayang. Selamat, ya, bapak (Jumadi Ledo),” komentar tertulis di bawah foto bayi yang baru lahir tersebut. Rupanya, rekaman baik terhadap Hakim ini diabadikan oleh orang tua tersebut untuk mengenang secara khusus.
Bagi saya secara pribadi dan atas nama Bidgar Dakwah Daerah Terpencil (2DT) tentu ini mendapat penilaian tersendiri. Berbagai hal diupayakan PP agar para da’i betah dan khusyu mengabdi. Hasilnya adalah umat yang terbina dan terlihat bekasnya. Namun, ini bukan hal mudah. Banyak faktor yang menentukan dan mempengaruhi guna terwujudnya hal demikian.
Diantara hal yang sangat penting ialah da’i itu sendiri. Baik dan buruknya medan dakwah berpulang kepada sikap dan langkah da’i. Di antaranya ialah prasangka baik kepada umat.
"Da’i harus berprasangka baik terhadap umat," ungkap Al-Bayyanuni.
Tepat yang disampaikan beliau mengenai kewajiban da’i tersebut karena banyak kegagalan dakwah disebabkan prasangka buruk da’i terhadap umat.
Manakala prasangka baik dimiliki, berbagai hal yang ada akan menjadi kebaikan. Keadaan buruk medan dakwah pun menjadi pemacu tindakan bijaksana. Seribu satu jalan diupayakan agar sukses dakwah. Allah pun memberikan jalan dan pertolongan. Hati umat pun dibukakan.
[]
(dh)