Seperti sudah diberitakan sebelumnya di
http://persis.or.id/dewan-hisbah-persis-gelar-sidang-26-27-agustus-2015-di-ciganitri/, Dewan Hisbah PP Persatuan Islam akhirnya menyelesaikan proses-proses persidangan yang melelahkan. Acara secara resmi dibuka pada pukul 08.00 tanggal 26 Agustus 2015 oleh Ketua Bidang Tarbiyah PP Persis, K.H. Aceng Zakaria yang mewakili Ketua Umum yang kebetulan pada saat yang sama tengah menghadiri Munas MUI di Surabaya. Setelah pembukaan persidangan langsung dimulai dengan pembahasan makalah pertama tentang Hukum Wali Anak Zina oleh Bapak Biologisnya dan Status Aqiqahnya oleh K.H. Taufiq Rahman Azhar, S.Ag.
Menjelang Zhuhur setelah melalui pembahasan yang cukup alot di antara para anggota Dewan Hisbah yang ikut bersidang saat itu dihasilkan keputusan bahwa ayah kandung biologis anak hasil zina bukan merupakan wali dari anaknya. Walinya adalah negara (wali hakim). Walaupun demikian, ayah biologis ini boleh menjadi pelaksana ijab dalam pernikahan anak biologisnya. Akan tetapi, statusnya bukan sebagai wali, melainkan sebagai pelaksana ijab dari wali hakim (negara) atau wali mujib. Dalam kasus ini Dewan Hisbah memandang bahwa ayah biologis hasil zina tidak layak jadi wali mujib sekalipun, walaupun sah secara hukum.
Pada sesi yang sama juga dibahas mengenai status Aqiqah bagi Anak Zina. Dalam hal ini Dewan Hisbah berkesimpulan bahwa dalam hal statusnya sebagai “anak manusia”, anak zina tidak ada bedanya dengan anak lainnya. Dia hanya berbeda dalam hal nasab dengan ayah kandungnya secara hukum karena tidak melalui proses yang syar’i, yaitu pernikahan. Sementara dalam hal aqiqah “anak zina” sama dengan anak lainnya.
Selepas Zhuhur hingga menjelang Ashar, dilanjutkan dengan pembahasan masalah
ketiga, yaitu mengenai kasus “Istri yang Menuduh Suaminya Berzina”. Keputusan yang ditetapkan akan cukup kontroversial karena berbeda dengan pandangan beberapa ulama fikih dewasa ini. Dewan Hisbah Persis setelah mendiskusikan makalah yang disampaikan oleh K.H. Uus M. Ruhiyah sampai pada kesimpulan bahwa istri yang menuduh suami berzina tanpa bukti dan saksi, maka berlaku hukum
li’an sama seperti apabila suami menuduh istrinya berzina tanpa saksi dan tanpa bukti. Alasan paling mendasar adalah bahwa ayat dan hadis-hadis tentang
li’an disimpulkan sebagai hadis yang berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Walaupun kasus yang diungkap adalah tentang tuduhan dari suami kepada istri, itu hanya keumuman saja. Jika terjadi sebaliknya, maka ayat dan hadis-hadis yang sama belaku juga.
Pada pembahasan tema
keempat tentang “Talak Melalui SMS” dengan pemakalah K.H. Ahmad Daeroby, M.Ag. Dewan Hisbah berkesimpulan bahwa menjatuhkan talak melalui SMS dapat sah. Hanya saja saat talak via SMS ini dijatuhkan harus dipenuhi syarat-syarat berikutm yaitu: (a) dapat dipastikan bahwa yang mengirim SMS benar-benar suaminya dan bukan main-main; (b) didasari oleh niat dan shigat (redaksi) yang jelas, tegas, dan tidak ada keraguan; dan (c) dilakukan dalam kondisi darurat.
Masih pada makalah yang disampaikan oleh penulis yang sama dan sesi yang sama, dibahas pula masalah
kelima mengenai “Ruju’ bagi Khulu’ (Gugat Cerai).” Dalam kesimpulannya Dewan Hisbah membedakan status dalam hal
ruju’ antara cerai biasa (
thalaq) dengan gugat cerai dari istri (
khulu’) yang dalam bahasa teknis fikih artinya istri mengembalikan mas kawin, walaupun keduanya sama-sama membatalkan pernikahan dan sama-sama istri harus melalui masa menunggu (
istibra’). Dama hal
ruju’, cerai
khulu’ tidak membolehkan terjadinya
ruju’ selama masa menunggu (
istibra’). Kalau Suami ingin kembali lagi, maka harus menunggu selesai masa tunggu dan mengulang akad kembali sebagai akad yang baru.
Pada sesi malam hari pada hari pertama pembahasan menginjak tema
keenam tentang kasus “Menikahi Wanita Hamil karena Tidak Tahu”. Makalah disampaikan oleh K.H. Zae Nandang. Pada pembahasan Sidang Dewan Hisbah terdahulu, telah diputuskan bahwa menikahi wanita hamil adalah tidak sah. Oleh sebab itu, dalam kasus ini pun pernikahan dengan wanita hamil ini tidak sah. Keduanya harus pisah (
faskh) secara paksa, walaupun laki-laki yang menikahinya tidak berdosa karena ketidaktahuannya. Apabila si laki-laki ini memang ingin menikahi si perempuan, maka keduanya harus mengulang kembali pernikahan setelah anak dalam kandungan lahir.
Pembahasan terakhir pada hari pertama disampaikan makalahnya oleh K.H. Rahmat Najib, S.Pd. Adapun tema yang diangkat mengenai “Waris bagi Orang Tua Biologis Anak Zina.” Dalam hal ini yang terhalangi hak warisnya adalah dari ayah biologis kepada anaknya yang lahir karena perzinaan. Sementara itu, tidak terdapat nash mengenai hal yang sebaliknya. Oleh sebab itu, apabila bisa dipastikan ayah tersebut benar-benar merupakan ayah biologisnya, maka ia tetap berstatus sebagai ahli waris dari anaknya sebagaimana ayah lainnya.
Sementara itu, masih dalam sesi pembahasan K.H. Rahmat Najib, dibahas pula mengenai “hak waris orang yang membunuh pewarisnya tanpa sengaja”. Pembunuhan merupakan satu sebab yang dapat menghalangi seseorang untuk saling mewarisi. Dalam hal kasus pembunuhan tidak sengaja Dewan Hisbah memutuskan bahwa hal tersebut tidak termasuk yang menghalangi waris. Oleh sebab itu, orang yang membunuh tanpa sengaja pewarisnya tetap mendapatkan hak waris seperti yang lainnya.
Persidangan hari pertama yang diliput oleh reporter
persis.or.id ini ditutup hampir menjelang tengah malam. Sampai hari pertama ini sudah dihasilkan sekitar delapan keputusan hukum penting yang akan dijadikan pedoman oleh umat. Sidang masih akan dilanjutkan lagi pada hari berikutnya membahas masalah-masalah tersisa yang sudah diagendakan sebelumnya. Keputusan-keputusan pada persidangan hari pertama ini konsiderannya dapat dibaca juga di
persis.or.id satu per satu.
Laporan:
Jajang Hidayatullah dan Husna Hisaba Kholid (
persis.or.id)