Demiliterisasi Polri Harga Mati, Ujian Keberadaban Bangsa dibayar Nyawa

oleh Ilham Habiburrahman, MH.

31 Agustus 2025 | 11:49

Sumber Foto: Antara

Fakta-Fakta tersebut merupakan anomali ditengah peradaban yang mengedepankan demokratisasi. Terlebih norma bernegara telah diejawantahkan Menjadi beberapa aturan tertulis yang mengikat antara lain:

  1. UU No. 9 Tahun 1998 menjamin kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum (Pasal 5).⁶
  2. Perkap 1/2009 menegaskan tahapan penggunaan kekuatan, berlandaskan asas proporsionalitas dan nesesitas.⁷
  3. Perkap 8/2009 mewajibkan Polri menghormati, melindungi, dan menegakkan HAM.⁸ Jika aturan ini dijalankan dengan benar, tragedi seperti Affan seharusnya tak pernah terjadi.


Hasil Kajian Bidang Hukum PP Pemuda Persis

Dalam kerangka hukum positif Indonesia, tindakan aparat yang menyebabkan hilangnya nyawa Affan dapat masuk ke dalam kategori tindak pidana:

  1. Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, dihukum dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
  2. Pasal 351 ayat (3) KUHP: “Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, maka pelaku dihukum dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
  3. Asas command responsibility dalam hukum internasional (Rome Statute, Pasal 28) menegaskan bahwa pimpinan dapat dimintai pertanggungjawaban apabila mengetahui atau seharusnya mengetahui adanya kejahatan, tetapi tidak melakukan tindakan pencegahan.Sedangkan dalam perspektif fiqh siyasah (doktrin ketatanegaraan Islam), prinsip perlindungan jiwa sangat ditekankan:
  4. Qā‘idah fiqhiyyah: “Tasharruf al-imām ‘alā al-ra‘iyyah manūṭun bi al-maṣlaḥah” (kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus terikat dengan kemaslahatan). Bila kebijakan justru menyebabkan kerusakan jiwa rakyat, maka ia batal secara syar‘i.
  5. Maqāṣid al-syarī‘ah: salah satu tujuan utama syariat adalah menjaga jiwa (ḥifẓ al-nafs). Pengabaian terhadap nyawa sipil berarti pengabaian terhadap maqāṣid.
  6. Dalil nash: Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.”(HR. Bukhari-Muslim).


Dalam hukum positif maupun hukum Islam, negara tidak boleh berlepas tangan. Pelaku lapangan wajib diadili, dan pimpinan harus dimintai pertanggungjawaban.


Pimpinan Pusat Pemuda Persis menegaskan hasil kajian hukum, sosial, dan syariah atas tragedi ini:

  1. Affan Kurniawan adalah korban nyata dari pola represif yang berulang dalam sejarah pengelolaan aksi massa di Indonesia. Data Komnas HAM dan catatan Amnesty International menegaskan bahwa korban jiwa dalam demonstrasi bukan hal baru.⁹
  2. Negara wajib bertanggung jawab: baik melalui pengadilan terhadap pelaku lapangan, maupun penerapan prinsip command responsibility kepada pimpinan yang memberi komando.⁵
  3. Perlu langkah serius menuju demiliterisasi Polri. Orientasi pengelolaan keamanan tidak boleh lagi bercorak militeristik yang menekankan kekerasan dan pendekatan senjata. Polri harus dikembalikan pada karakter sipil dan humanis, selaras dengan amanat reformasi 1998 dan prinsip-prinsip HAM.
  4. Pemuda Persis akan terus mengawal isu ini hingga kejelasan hukum diperoleh, bukan hanya demi keadilan bagi almarhum Affan, tetapi juga demi mencegah jatuhnya korban berikutnya.


Jalan Keluar: Dari Simpati ke Reformasi

Sebagai bangsa yang beradab, kita tidak boleh berhenti pada belasungkawa. Nyawa anak bangsa adalah harga yang terlalu mahal untuk membayar terlebih hanya untuk sekedar merestorasi satu institusi. Tragedi ini harus menjadi momentum:

  1. Penguatan akuntabilitas aparat dengan transparansi penuh dalam investigasi.
  2. Reformasi SOP pengendalian massa dengan menekankan pendekatan humanis dan pencegahan.
  3. Audit keselamatan penggunaan kendaraan taktis agar tidak lagi menjadi alat pencabut nyawa warga sipil.
  4. Demiliterisasi Polri secara konsisten, termasuk perubahan paradigma rekrutmen, pelatihan, dan struktur komando agar Polri benar-benar berfungsi sebagai aparat sipil, bukan bayang-bayang militer.
  5. Penghormatan hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat.


Mengawal Kehidupan, Menolak Kematian yang Sia-sia

Tragedi Affan Kurniawan adalah ujian keberadaban bangsa. Islam mengajarkan kita bahwa menjaga satu nyawa sama dengan menjaga seluruh manusia (QS. Al-Māidah [5]: 32). Maka, membiarkan kematian ini tanpa keadilan berarti kita tengah membiarkan bangsa ini kehilangan ruh kemanusiaannya. Pemuda Persis berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum, mengkritik pola represif, serta memperjuangkan reformasi Polri yang lebih humanis dan sipil. Sebab kami yakin: peradaban yang sejati bukanlah ketika negara kuat di atas rakyatnya, melainkan ketika rakyat terlindungi di bawah negara yang adil.


Catatan Kaki

Kompas, “Pengemudi Ojek Online Tewas Terlindas Rantis di DPR”, 29 Agustus 2025.

Kompas, “Ketua DPR Desak Investigasi Transparan Kasus Affan Kurniawan”, 29 Agustus 2025.

Tempo, “Komnas HAM: Ada Dugaan Penggunaan Kekuatan Berlebihan

dalam Aksi DPR”, 29 Agustus 2025.

Komnas HAM, Siaga Penanganan Aksi 25–28 Agustus 2025, Laporan Harian, 29 Agustus 2025.

Kompas, “Polda Metro Jaya Umumkan 7 Anggota Brimob Tersangka dalam Kasus Affan”, 29 Agustus 2025.

UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Amnesty International, Indonesia 2019: Unlawful Killings in Student Protests, laporan tahunan, 2020.


BACA JUGA:

PP Himi PERSIS Desak Usut Tuntas Tragedi Ojol Dilindas Aparat