B. Sifat Kaum Sudum dalam Al-Qur’ân
Dalam Al-Qur’ân dijelaskan Allah swt kisah kaum Sudum, antara lain pada,
1. Al-‘Araf 80-84.
2. Huud 69-83.
3. Al-Syuara 160-175.
4. Al-Naml 54-58.
5. Al-Qomar 59-77.
6. Al-Hijir 33-40.
7. Al-Dzariah 24-36.
Di antara isi ayat yang menjelaskan tentang sifat-sifat kaum Sudum adalah:
1. Kaum Sudum suka melakukan Fahisyah, Al-‘Araf: 80,
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَاسَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ.
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu”. (QS. Al-A’râf [7]:80)
Yang di maksud dengan Fahisyah menurut Shawi (III:246) adalah lawwâth yaitu orang yang suka berbuat homosexual. Dan menurut Ibnu al-Jauzi (III:227) Fahisyah adalah ityânu ar-Rijâl (mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat) Al-‘Araf: 81,
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَآءِ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ.
“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”. (QS. Al-A’râf [7]:81)
Sementara al-Suyuthi (III:495) menyebutkan, Fahisyah (Adbaâru ar-Rijâl) yaitu melakukan syahwat melalui dubur-dubur laki-laki. Pekerjaan semacam ini tidak pernah dilakukan oleh umat yang terdahulu, al-‘Araf: 80,
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَاسَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ.
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu”. (QS. Al-A’râf [7]:80)
Dan Ibnu al-Jauzi (III:227) mengutip perkataan ‘Amer bin Dinar,
مَا نَزَا ذَكَرٌ عَلَى ذَكَرٍ فِي الدُّنْيَا حَتىَّ كَانَ قَوْمُ لُوْطٍ.
“Tidak bercampur laki-laki terhadap laki-laki di dunia ini kecuali pada masa kaum Lûth As”.
Al-Maraghi (III:207) menyebutkan, Fahisyah kaum Lûth itu adalah,
a. Rusaknya para generasi muda mudi dengan melampaui batas dalam memenuhi syahwat.
b. Mengurangi turunan.
c. Rusaknya para wanita yang berpaling dari suami-suami mereka.
2. Al-Suyuthi (III:495-496) mengutip riwayat dari Ibnu Abi Darda, yang mengatakan, bahwa perilaku homosexual pada zaman Nabi Lûth, dilakukan oleh para wanitanya sebelum dilakukan oleh laki-laki sekitar 40 tahun sebelumnya.
كَانَ اللَّوَّاطُ فِي قَوْمِ لُوْطٍ فِي النِّسَاءِ قَبْلَ أَنْ يَكُوْنَ فِي الرِّجَالِ بِأَرْبَعِيْنَ سَنَةً.
“Perilaku homosexual pada zaman Nabi Lûth, dilakukan oleh para wanitanya sebelum dilakukan oleh laki-laki sekitar 40 tahun sebelumnya”.
Selanjutnya al-Suyuthi menjelaskan pendapat Hudaifah, yaitu sesung-guhnya pendapat yang benar tentang kaum Lûth adalah,
إِسْتَغْنَى النِّسَاءُ بِالنِّسَاءِ وَالرِّجَالُ بِالرِّجَالِ.
“Para wanita melakukan homo (lesbi) dengan wanita lagi, para laki-laki melakukan homo dengan laki-laki lagi”.
3. Mereka memandang suci atas pekerjaan homo, Dijelaskan pada Al’Araf: 82,
وَمَاكَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلآأَن قَالُوا أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ.
“Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kota ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri”. (QS. Al-A’râf [7]:82)
Yang dimaksud dengan memandang suci itu menurut Ibnu al-Jauzi (III:267) adalah,
يَتَنَزَّهُوْنَ عَنْ أَدْبَارِ الرِّجَالِ وَأَدْبَارِ النِّسَاءِ.
“Mereka memandang bersih terhadap bercampur dari dubur-dubur laki-laki dan dari dubur-dubur wanita”.
Dan menurut Ali al-Shabuni (I:313) ialah melakukan pekerjaan yang jelek-jelek dan mengikuti syahwat.
BACA JUGA:Dzulkarnain Da’i Penjelajah Dunia Dalam Al-Qur’ân (Bagian Dua)