Hukum Mengikuti Lelang Barang Hasil Gratifikasi dan Yang Tidak Tertebus

oleh Sekretariat Dewan Hisbah

29 September 2025 | 22:07

Dewan Hisbah PP PERSIS

Pertanyaan dari : Ujang Sunarya Sujana

Pertanyaan : Apa hukumnya jika mengikuti lelang misalnya di pegadaian, karena biasanya barang yang di lelang adalah hasil gratifikasi dan barang yang tidak tertebus?


Jawaban :


Hukum asal jual beli dengan cara lelang ialah mubah. Jual beli ini dikenal oleh para ulama dengan istilah ‘ba’i al-muzaayadah (jual-beli dengan saling menambah)


Mengenai jual beli lelang hal itu pernah terjadi di zaman Rasullulah sebagaimana hadis berikut:


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ فَقَالَ أَمَا فِي بَيْتِكَ شَيْءٌ قَالَ بَلَى حِلْسٌ نَلْبَسُ بَعْضَهُ وَنَبْسُطُ بَعْضَهُ وَقَعْبٌ نَشْرَبُ فِيهِ مِنْ الْمَاءِ قَالَ ائْتِنِي بِهِمَا قَالَ فَأَتَاهُ بِهِمَا فَأَخَذَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ مَنْ يَشْتَرِي هَذَيْنِ قَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ قَالَ مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا قَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمَيْنِ فَأَعْطَاهُمَا إِيَّاهُ وَأَخَذَ الدِّرْهَمَيْنِ وَأَعْطَاهُمَا الْأَنْصَارِيَّ


Dari Anas bin Malik bahwa seorang laki-laki dari kalangan Anshar datang kepada Nabi Saw meminta kepada beliau, kemudian beliau bertanya: "Apakah di rumahmu terdapat sesuatu?" Ia berkata; ya, alas pelana yang Kami pakai sebagiannya dan Kami hamparkan sebagiannya, serta gelas besar yang gunakan untuk minum air. Beliau berkata: "Bawalah keduanya kepadaku." Anas berkata; kemudian ia membawanya kepada beliau, lalu Rasulullah Saw mengambilnya dengan tangan beliau dan berkata; "Siapakah yang mau membeli kedua barang ini?" seorang laki-laki berkata; saya membelinya dengan satu dirham. Beliau berkata: "Siapa yang menambah lebih dari satu dirham?" Beliau mengatakannya dua atau tiga kali. Seorang laki-laki berkata; saya membelinya dengan dua dirham. Kemudian beliau mengambil uang dua dirham tersebut, lalu memberikannya kepada orang Anshar. (HR. Abu Daud, no. 1641 dan Ibnu Majah, no. 2198).


عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِى رَبَاحٍ أَنَّهُ قَالَ : أَدْرَكْتُ النَّاسَ لاَ يَرَوْنَ بَأْسًا بِبَيْعِ الْمَغَانِمِ فِيمَنْ يَزِيدُ.


Dari Atha bin Abi Rabah bahwasannnya ia berkata: Aku mengetahui orang-orang (pada waktu itu) tidak menganggap terlarang menjual barang-barang ghanimah kepada siapa yang berani membayar lebih. (HR. Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Qubra, V: 344).


Adapun gratifikasi ialah uang hadiah atau barang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Barang sitaan dari hasil gratifikasi yang disita oleh negara melalui lembaga resmi KPK dari para koruptor pada hakikatnya barang milik negara, bukan milik si koruptor. Koruptor tersebut mengambil uang atau barang negara dengan cara yang batil, sehingga negara mengambil kembali dengan cara menyitanya melalui lembaga KPK. Lembaga anti korupsi tersebut berwenang sebagai badan resmi negara untuk menjual barang sitaan tersebut.

Dengan demikian barang sitaan hasil gratifikasi adalah barang milik negara yang sah untuk diperjualbelikan oleh negara.


Sedangkan barang yang tidak tertebus, hal ini dapat terjadi pada pemerintah atau pihak swasta. dalam konteks ini biasanya merujuk pada rahn (barang gadai) yang tidak ditebus oleh pemiliknya setelah jatuh tempo.


Jika sudah jatuh tempo pembayaran dan sudah melakukan penangguhan pembayaran kepada Rahin (yang menggadaikan) sebagai bentuk dispensasi baginya, kemudian masih tetap tidak tertebus, maka murtahin (yang menerima gadai) boleh untuk menjual barang gadaian dengan syarat:

  1. Telah jatuh tempo dan tidak sanggup untuk melunasi
  2. Diketahui dan ada izin dari pemilik barang gadaian serta dilakukan oleh lembaga resmi yang berwenang (hakim)
  3. Hasil penjualan barang gadaian digunakan untuk menutupi hutang, jika ada sisanya, maka wajib dikembalikan kepada rahin.


Dengan demikian, memperhatikan syarat-syarat di atas menjual barang yang digadaikan yang tidak tertebus oleh Rahin hukumnya boleh.


Kesimpulan:

Jual-beli barang sitaan hasil gratifikasi dan barang yang tidak tertebus dengan cara lelang hukumnya mubah jika memenuhi syarat-syarat di atas.


(Selengkapnya Lihat Istifta Majalah Risalah bulan Juli 2025)

BACA JUGA:

Hukum Menjual Barang Pusaka