Ibadah Haji itu Komitmen

oleh Reporter

09 Juli 2023 | 11:50

Oleh: Ustaz Ade Saeful Azis (Petugas Haji 1444 H/2023 M Persatuan Islam Kota Bandung)

 

Pelaksaan ibadah haji dari tahun ke tahun pasti berbeda nuansanya. 1001 cerita. Begini dan begitu.

Cerita haji tahun ini diawali dengan molornya waktu menuju Mina untuk Tarwiyah. Rencananya kami akan diangkut ba’da maghrib. Riilnya, kurang lebih setengah satu dini hari, kami baru diangkut. Syukur alhamdulillah.

Tiba di Mina, sekira pukul setengah tiga kami langsung santap 'sahur'. Dinikmati saja.

Pagi hari, 9 Dzulhijjah, lagi lagi masalah transportasi telat. Kami maklumi, mungkin beginilah nasib dan takdir kami yang harus diterima dengan lapang.

Tiba di Arafah kurang lebih pukul sembilan. Kami berbenah. Karena jamaah laki-perempuan harus disatukan dalam satu tenda. Tak masalah, dan aman-aman saja. Khutbah Arafah, shalat jama’ Qashar Dzuhur-Ashar kami tunaikan apa adanya. Dinikmati betul.

Pukul Sembilan malam, sesuai qur'ah, kami diangkut ke Mina, bukan ke Muzdalifah. Kami diturunkan di maktab. Di sinilah perdebatan terjadi dengan pihak maktab. "Kenapa kami diturunkan di sini? Bukankah ini Mina?" Jawaban pihak maktab, "Ini Mina Jadid. Dia juga Muzdalifah."

Nampaknya, Mina Jadid ini bagai dua sisi mata uang. Satu Mina, satu lagi Muzdalifah. Karena kami punya komitmen, kami tolak arahan pihak maktab. Rombongan kami mundur beberapa langkah, untuk mencari lapangan agar bisa mabit beratap langit Muzdalifah.

Qadarullah, kami mendapatkannya. Walaupun kemudian kami diusir, karena lahan tersebut diperuntukan bagi jamaah haji Malaysia. Beruntung banget, karena sebelum meninggalkan tanah Muzdalifah, kami sempat menunaikan shalat Maghrib-Isya dengan jama’ takhir. Alhamdulillah. Dinikmati sekali.

Sebelum Subuh, 10 Dzulhijjah, kami bersiap-siap menuju Jamarat untuk Aqabah dan ifadhah. Jadwal ini tidak mengikuti Maktab. Sebab waktunya tak sesuai dengan manasik haji kami. Pada kondisi inilah, komitmen menjadi satu satunya pilihan. Shalat Subuh di jalan aspal pun bagi kami dinikmati saja, sebab kami ingin melempar jamrah Aqabah saat Dhuha.

Dari Aqabah, kami gas menuju Harom untuk ifadhah. Kurang tidur, belum sarapan, fisik kelelahan, kami paksakan saja. Jamaah pun tercecer dan terpencar. Karena komitmen diri kepada Allah untuk menyempurnakan manasik haji Rasul-Nya, kondisi apa pun kami lewati dengan penuh kepasrahan.

Qadarullah, kami bisa Ifadhah. Bahkan, kami melakoninya sambil menuntun seorang lansia risiko tinggi (risti) penyitas stroke. Kami bisa thawaf di lantai utama. Air mata tak terbendung saat thawaf. Banyak yang ngasih isyarat jempol kepada kami. Mungkin disangkanya kami mengawal ayah kami.

Singkat cerita, sekitar pukul sembila malam, kami sudah kembali Mina. Kondisi letih bukannya langsung istirahat, malah berbagai cerita dengan sesama jamaah satu tenda. Seru dan amazing pokoknya.

Bersambung…

[]

Reporter: Reporter Editor: admin