Pemerintah Cina melarang anak-anak muslim untuk menghadiri kegiatan keagamaan pada masa libur musim dingin, di sebuah wilayah di bagian barat Cina yang sebagian besar didiami oleh muslim.
Pengumuman larangan ini disampaikan secara online oleh dinas pendidikan, seiring dengan semakin besarnya tekanan yang dilakukan oleh pihak berwenang terhadap kebebasan menjalankan agama.
Murid sekolah di wilayah Linxia di propinsi Gansu yang merupakan tempat kediaman bagi banyak anggota minoritas muslim etnis Hui, dilarang memasuki bangunan-bangunan keagamaan saat libur sekolah, demikian aturan yang disampaikan oleh kantor dinas pendidikan di suatu distrik sesuai dengan pemberitahuan larangan tersebut.
Para pelajar juga dilarang membaca Al Qur’an di kelas atau di bangunan keagamaan, demikian yang disampaikan oleh dinas pendidikan tersbut seraya menambahkan bahwa seluruh pelajar dan guru harus mentaati pengumuman serta berusaha untuk mengokohkan ideologi dan propaganda politik. Cina merupakan sebuah negara komunis yang ateis.
Saat ditanya, staff Dinas pendidikan wilayah Linxia enggan berkomentar tentang validitas dokumen tersebut, dan langsung menutup telepon.
XI Wuyi, seorang isarjana Marxis pada sebuah Akademi Ilmu-ilmu Sosial Cina yang didukung oleh negara serta seorang kritikus yang lanang terhadap meningkatnya pengaruh Islam di Cina, membagikan gambar yang menunjukkan pengumuman tersebut dan menyambut baik tindakan yang diambil oleh pihak berwenang tersebut.
Dengan menyampaikan pengumuman tersebut, otoritas wilayah ini telah mengambil tindakan konkrit untuk memisahkan agama dari pendidikan serta berpegang teguh pada undang-undang pendidikan, ujar Xi Wuyi di platform sosmed Weibo.
Aturan baru tentang urusan keagamaan yang diluncurkan pada Oktober tahun lalu, dan akan mulai berlaku pada bulan Februari 2018, bertujuan untuk meningkatkan pengawasan terhadap pendidikan keagamaan dan membatasi kegiatan-kegiatan keagamaan. (/Al Jazeera dan dialih bahasakan oleh Lukman).