Fenomena ini membuat banyak anak muda menjadikan selebritas dunia maya sebagai panutan, meskipun nilai-nilainya sering bertolak belakang dengan ajaran Islam. Padahal, Islam sudah menghadirkan figur muda sejati yang tak lekang oleh zaman.
Salah satunya adalah Abdullah bin ‘Abbas r.a., sepupu Nabi ﷺ, seorang remaja yang dikenal sebagai turjuman al-Qur’an (penafsir al-Qur’an).
Doa Nabi ﷺ untuk Remaja Cerdas
Ibnu ‘Abbas masih sangat muda ketika Rasulullah ﷺ mendoakannya:
اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْحِكْمَةَ
“Ya Allah, ajarilah ia hikmah.” (HR. al-Bukhārī, no. 3756).
Hikmah menurut para ulama adalah: “Mengetahui kebenaran dan mengamalkannya pada tempatnya.” (Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Miftāḥ Dār al-Sa‘ādah).
Al-Nawawī menjelaskan bahwa hikmah adalah gabungan antara ilmu, amal, dan kebijaksanaan dalam menyikapi sesuatu.
Banyak anak muda zaman sekarang cerdas secara akademik, tapi mudah terjebak dalam perilaku impulsif di medsos—posting tanpa pikir panjang, ikut tren berbahaya, atau komentar toxic. Hikmah yang didoakan Nabi ﷺ kepada Ibnu ‘Abbas mengajarkan kontrol diri, kebijaksanaan, dan etika dalam menggunakan ilmu.
Dalam riwayat lain Nabi ﷺ berdoa:
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
“Ya Allah, pahamkanlah ia tentang agama dan ajarkanlah tafsir kepadanya.” (HR. Aḥmad, Musnad, 1/328).
Fahm al-dīn (pemahaman agama) berarti kemampuan memahami prinsip, hukum, dan hikmah syariat, bukan sekadar hafalan teks.
Ta’wīl di sini menurut Ibn Kathīr berarti tafsīr al-Qur’ān—pemahaman mendalam atas makna ayat-ayat.
Imam al-Dzahabī menyebut Ibnu ‘Abbās sebagai ḥabr al-ummah (ulama agung umat ini) dan turjumān al-Qur’ān berkat terkabulnya doa Nabi ﷺ ini.
Remaja Berani di Majelis Senior
Umar bin Khaththab r.a. pernah mengajak Ibnu ‘Abbas yang masih remaja ke dalam majelis para sahabat senior. Sebagian bertanya, mengapa anak muda diikutsertakan.
Dalam forum itu, Umar meminta tafsir surat An-Naṣr (QS. 110:1-3) Sebagian besar sahabat menafsirkannya sebagai perintah bertasbih setelah kemenangan. Namun Ibnu ‘Abbas berkata: “Itu adalah tanda dekatnya ajal Rasulullah ﷺ.” (HR. al-Bukhārī, no. 4970).
Ibn Kathīr menegaskan bahwa surat ini memang isyarat halus tentang sempurnanya risalah dan dekatnya wafat Nabi ﷺ.² Sayyid Qutb dalam Fī Ẓilāl al-Qur’ān menambahkan: “Surat ini adalah semacam ucapan perpisahan yang penuh ketenangan, seakan-akan Allah sedang menutup lembaran perjuangan Nabi dengan cahaya kemenangan.”³
Idola Asli, Bukan Semu
Allah berfirman tentang para pemuda beriman:
إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. al-Kahf 18:13).
Ibn Kathīr menjelaskan, para Ashḥābul Kahf adalah pemuda yang berani menolak kekafiran meski harus mengasingkan diri demi iman.⁴ Sayyid Qutb menafsirkan ayat ini dengan menekankan bahwa iman memberi kekuatan mental luar biasa bagi anak muda, menjadikannya sanggup melawan arus besar masyarakat.⁵
Relevansinya jelas untuk Gen Z. Banyak remaja sekarang merasa perlu ikut tren agar diterima, entah itu dalam gaya berpakaian, challenge medsos, atau lifestyle konsumtif. Tapi Allah menegaskan: pemuda beriman justru ditambah hidayah, meskipun ia harus berbeda dengan lingkungannya.
BACA JUGA:Mengungkap Sesat Pikir dalam Penyembahan Berhala: Pelajaran dari Kisah Nabi Ibrahim