Musafir Mengimami Shalat Zuhur Secara Tam Kemudian Shalat Ashar dengan Diqashar

oleh redaksi

19 Maret 2025 | 16:00

Musafir Mengimami Shalat Zuhur Secara Tam Kemudian Shalat Ashar dengan Diqashar


Bagaimana kalau seorang musafir mengimami shalat yang muqim dengan tam kemudian setelah itu ia menjama shalat lainnya dengan diqasar apakah boleh? Misalnya musafir menjadi imam shalat zuhur bagi yang muqim dengan shalat tam lalu ia menjamanya dengan Asar secara qashar.


Jawaban:


Shalat qashar merupakan salah satu rukhsah darirukhsah-rukhsah yang disebabkan oleh safar. Sebagaimana Firman Allah Swt di dalam surat an-Nisaa ayat 101:


{وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا} [النساء: 101]


“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi ini, maka tidaklah menjadi dosa atas kamu untuk mengqosor shalat(mu), jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”


Adapun menjamak shalat bukan hanya dibolehkan bagi yang sedang safar (musafir), tetapi juga bagi yang tidak sedang safar (muqim), dengan catatan: tidak dijadikan sebagai kebiasaan.


Menqashar shalat saat safar merupakan afdhaliyah (keutamaan), bukan suatu kewajiban. Dengan kata lain bagi musafir lebih utama melakukan shalat dengan qashar (demikian pula jamak). Tetapi jika dia melakukannya dengan tam dan tanpa jamak maka shalatnya tetap sah tetapi dia kehilangan keutamaan.


Nabi Saw menyebut shalat qashar sebagai sedekah sebagaimana dituturkan oleh Ya’la bin Umayah Ra, ia berkata:


قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ص: ( فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوا ) فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ: عجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ، فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَالِكَ، فَقَالَ: صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ وَمَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوْا صَدَقَتَهُ.


“Aku bertanya kepada Umar bin alKhaththab rd (tentang ayat); “…Maka tidak menjadi dosa atas kamu untuk mengqosor shalat(mu) jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir …” (QS. an-Nisa [4]: 101). Dan sungguh sekarang orang-orang sudah aman (dari gangguan orang kafir)? Maka Umar Ra berkata: ‘Dulu aku merasa heran sebagaimana engkau sekarang heran tentang ayat tersebut, lalu aku bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal itu, maka beliau bersabda: ‘(Shalat qashar itu) merupakan sedekah dari Allah, maka terimalah sedekah-Nya itu”. (HR. Muslim, no: 1571)


Pada hadis di atas Nabi Saw menganalogikan shalat qashar dengan sedekah. Dan sebagaimana yang dimaklumi bahwa menerima sedekah bukan merupakan suatu kewajiban, tetapi suatu keutamaan.


Amaliah Ustman Ra di Mina yang melakukan shalat dengan tam menjadi dalil penguat akan tidak wajibnya shalat qashar saat safar.

Ibnu Umar Ra, ia berkata:


صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنِّى رَكْعَتَيْنِ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ صَدْرًا مِنْ خِلافتِهِ، ثُمَّ إِن عُثمانَ صَلَّى بَعْدُ أَرْبَعًا.


Rasulullah Saw shalat di Mina dua raka’at, demikian pula Abu Bakar, demikian pula Umar, demikian pula Usman pada awal masa kekhilafahannya, lalu Usman setelah itu shalat (di Mina) empat raka’at”. (Muslim, no: 1589)


Rasulullaah Saw pernah melakukan shalat dengan qashar tanpa jamak, seperti yang beliau lakukan di Dzul Hulaifah saat akan berangkat haji. Sebagaimana penuturan Anas bin Malik Ra:


صَلَّيْتُ الظُّهْرَ مَعَ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ أَرْبَعًا وَ صَلَّيْتُ مَعَهُ الْعَصْرَ بِذِي الخُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ.


“(ketika akan pergi berhaji) Aku shalat dzuhur bersama Nabi Saw di Madinah empat raka’at (tam), dan aku shalat asar bersamanya di Dzul Hulaifah dua raka’at (qashar)..” (HR. al-Bukhari, no: 1089. Muslim, no: 1580)


Kejadian ini menjadi dalil bahwa jamak dan qashar bukan merupakan paket.


Jika musafir bermakmum kepada imam mukim, maka musafir mesti mengikuti jumlah rakaat imam mukim. Musa bin Salamah Al-Hudzaliy ia berkata;


سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ صَ : كَيْفَ أُصَلَّى إِذَا كُنتُ بِمَكَّةَ إِذَا لَمْ أُصَلِ مَعَ الإِمَامِ ؟ فَقَالَ رَكْعَتَيْنِ، سُنَّةَ أَبِي الْقَاسِم صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ


Aku bertanya kepada Ibnu Abbas Ra: “Bagaimana bila aku shalat di Makkah, bila aku tidak shalat bersama imam (munfarid) ? “Ibnu Abbas menjawab: “Dua raka’at, itulah sunnah Abul Qasim (nabi Muhammad Saw)” (HR. Muslim, no: 1575. An-Nasa’i, III: 119)


فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ ضَ إِذَا صَلَّى مَعَ الإِمَامِ صَلَّى أَرْبَعًا، وَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ.


Ibnu Umar Ra apabila shalat bermakmum kepadaimam (muqim)ia shalat empat raka’at, dan apabila shalat sendiri (munfarid) ia shalat dua raka’at.” (HR. Muslim, no: 1590)


Adapun jika musafir yang menjadi imam bagi muqimin maka utamanya ia (imam) melakukan shalat dengan qashar dan hendaklah dia sebelumnya memberitahukan kepada makmum agar tidak terjadi kesalahpahaman, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Saw ketika beliau mengimami orang-orang Makkah.


Imran bin Husain Ra, ia berkata:


غَزوت مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَهِدْتُ مَعَهُ الْفتح، فأقام بمكة ثماني عشرة ليلة لايُصَلّى إلا الواقعين يقولُ: يَا أَهْلَ الْبَلَدِ صَلُّوا أَرْبَعًا فإنا قوم سفر


Aku berperang bersama Rasulullah Saw, aku pun turut serta bersama beliau ketika perang Al-Fath (Futuh Makah), Beliau tinggal di Makkah selama delapan belas malam, beliau tidak shalat melainkan dua raka’at (Qashar), beliau bersabda: ‘Hai penduduk Makkah shalatlah kalian empat raka’at, karena sesungguhnya kami kaum yang sedang safar.” (HR. Abu Dawud, I: 187)


Tetapi jika imam (musafir) tersebut mengimami mukimin dengan jumlah tam (empat raka'at) lalu setelahnya dia melakukan shalat Asar dengan qashar, maka shalatnya tetap sah, tetapi dia telah meninggalkan yang afdhal (lebih utama).


BACA JUGA: Bagaimana Hukum Jama’ Ashar dengan Jumat Bagi Musafir ?
Reporter: redaksi Editor: Gicky Tamimi