Indonesia Darurat LGBT

oleh Reporter

22 Februari 2016 | 09:00

LGBT adalah singkatan dari “Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender”. Semuanya mengacu kepada perilaku penyuka sesama jenis. Bukan hanya sebatas penyuka, istilah-istilah di atas ditujukan secara lebih khusus kepada penyuka sesama jenis yang sudah mempraktikkan perilaku abnormalnya. “Lesbian” penyuka sesama perempuan, “gay” penyuka sesama lelaki, “biseksual” penyuka keduanya, dan “transgender” adalah yang mengubah jenis kelamin aslinya. Yang menarik dari fenomena LGBT saat ini di Indonesia adalah keberanian mereka untuk menampakkan diri. Mereka membahasakannya dengan istilah coming out atau melela sebagai istilah untuk keberanian menampakkan ke-LGBT-an mereka dan keberanian untuk berjuang agar identitas dan perilaku mereka diakui sebagai sesuatu yang normal. Padahal, dahulu kalau ada orang-orang yang berkecenderungan penyuka sesame jenis atau istilah teknisnya SSA (Same Sex Attraction), mereka cenderung untuk berdiam karena merasa perilaku mereka abnormal dan harus disembuhkan. Tapi kini SSA sudah bertransformasi menjadi LGBT yang semakin kemari semakin berani untuk menampakkan diri. Kaum LGBT Indonesia berani melakukan hal itu karena terdorong oleh gerakan yang sama di negara-negara sekuler-atheis lain. Saat ini, gerakan LGBT dunia telah berhasil melegalkan perkawinan sesama jenis di 22 negara. Negara terakhir yang melegalkannya adalah Amerika pada tahun 2015 lalu. Fenomena ini menyebabkan kaum LGBT di Indonesia terdorong untuk melakukan hal yang sama. Tidak heran apabila muncul berbagai LSM yang sengaja memperjuangkan dan melindungi kegemaran kaum Sodom ini seperti Gaya Nusantara, Arus Pelangi, SGRC, dan sebagainya. Situs-situs yang mengkampanyekan LGBT dalam bahasa Indonesia juga muncul dalam jumlah yang sangat banyak. Keberanian mereka tentu tidak terlepas dari doktrin Hak Asasi Manusia (HAM) yang mereka jadikan “kitab suci” untuk memperjuangkan kenyelenehan hidup mereka. HAM jadi senjata ampuh yang mereka bawa ke mana-mana untuk meminta perlindungan dan pengakuan. Oleh sebab itu, wajar bila yang menjadi penyokong dan pelindung mereka saat ini adalah LSM-LSM HAM seperti YLBHI, Setara Institute, PUSHAM, dan lainnya. Mereka juga mendompleng Komnas HAM untuk menjadi kendaraan gerakan mereka. Ke mana-mana organisasi plat merah ini sering mereka jadikan acuan untuk mendapatkan legalisasi atas kenistaan perilaku mereka. Kehancuran Generasi di Depan Mata Dalil-dalil dalam Al-Quran maupun Sunnah mengenai keharaman perilaku ini sudah sangat jelas. Bahkan bukan hanya Islam, semua agama yang ada di Indonesia pada prinsipnya tidak ada yang setuju dengan perilaku kaum LGBT ini dan dianggap sebagai penyimpangan. Dalam Al-Quran, di antaranya kita dapat membaca surat Al-A’raf ayat 80-84. Ayat itu sangat jelas menolak dan mengharamkan perilaku menyimpang ini. Akan tetapi, bagi kaum LGBT ayat-ayat Allah Swt. dan ujaran-ujaran dalam agama sudah mereka tolak sejak awal, sehingga mereka sudah tidak mempan lagi dengan ayat. Bahkan bagi mereka, agama dan kaum agamawan adalah musuh pertama yang harus mereka singkirkan. Karena kebebalan mereka terhadap peringatan-peringatan Allah Swt., maka sudah hampir bisa dipastikan bahwa bahaya besar mengancam, bukan hanya bagi kehidupan mereka tetapi juga bagi kehidupan kita semua. Di antara bahaya yang terang mengancam di depan mata antara lain sebagai berikut. Pertama, bahaya ancaman kesehatan. Dalam berbagai riset tentang penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh hubungan sex, para penyuka sesama jenis paling rentan terhadap berbagai penyakit kelamin seperti HIV/AIDS, sefilis, hepatitis, dan infeksi chlamdya. Selain penyakit kelamin, Pusat Penelitian Kanker di Inggris menemukan bahwa homoseksual lebih rentan terkena kanker. Dari penelitian yang dilakukan selama tahun 2001, 2003, dan 2005 diketahui bahwa pada penderita kanker terdapat 1.493 pria dan 918 wanita yang mengaku gay dan lesbian; sementara 1.116 wanita yang lain mengaku biseksual. Mudahnya para pasangan homo ini terkena kanker disebabkan virus HPV (human papilloma virus) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini menyerang anus (kanker anal) karena pasangan gay sering melakukan hubungan seks melalui anus. Selain menyerang anus, juga menyerang mulut (kanker mulut) karena pasangan sodomi juga sering menggunakan mulutnya untuk melakukan hubungan seksual. Seiring dengan semakin banyaknya komunitas LGBT di Indonesia dan keberanian mereka yang semakin tinggi, angka-angka penyakit di atas tidak pernah turun. Justru trennya terus naik. Pada pasangan yang normal (heteroseksual), kasus-kasus penyakit di atas, terutama HIV/AIDS umumnya hanya terjadi pada mereka yang sering melakukan praktik perzinaan. Sementara yang menikah secara sah tidak pernah ditemukan menderita penyakit-penyakit di atas, kecuali karena ditulari oleh pasangannya yang sering berzina. Pada kasus LGBT tidak ada istilah “seks aman”. Semuanya beresiko, walaupun mereka “resmi kawin” seperti di negara-negara yang melegalkan perkawinan sesama jenis. Bila LGBT yang cenderung menular ini terus berkembang ancaman penyakit serius di atas akan semakin meluas. Kedua, rusaknya keturunan. Di antara tujuan pernikahan adalah lahirnya generasi-generasi manusia baru yang akan melanjutkan kehidupan di muka bumi ini. Dalam syariat tujuan ini disebut hifzh al-nasl. Pasangan-pasangan LGBT hampir bisa dipastikan tidak akan pernah melahirkan keturunan. Melegalkan dan mengakui LGBT sama saja dengan suka rela menghancurkan masa depan dunia ini. Jangankan pasangan LGBT, pasangan zina saja sudah pasti merusak keturunan. Pasangan zina memang bisa menghasilkan keturunan, tapi keturunan yang lahir dari pasangan zina hampir sulit ditemukan yang hidup secara normal dengan menampakkan prestasi hebat. Apalagi LGBT yang secara sengaja membunuh generasi. Perilaku ini sama sekali bukan HAM, melainkan suatu tindak “kejahatan kemanusiaan” terhadap keberlangsungan umat manusia di masa yang akan datang. Melegalkan LGBT sama saja dengan melegalkan suatu pembunuhan terencana dan pembersihan etnis (etnic cleansing). Ketiga, psikopat dan ancaman kriminalitas keji. Saat ini media tengah ramai memberitakan kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin. Pembunuhan ini diduga sangat kuat dilakukan oleh pasangan lesbiannya, Jessica. Beberapa tahun yang lalu di Jombang juga ditemukan pembunuhan sadis terhadap banyak orang yang dilakukan oleh seorang pria homo bernama Ryan terhadap pasangan homonya. Sebelumnya sempat mencuat juga kasus Robot Gedek yang menyodomi puluhan anak-anak kecil; bahkan sebagiannya ada yang disiksa hingga tewas. Itu hanya sebagian kecil cerita yang sempat terekspose media. Di luar itu tentu juga jumlah kasus serupa cukup banyak. Kaum homo memang sangat rentan menjadi psikopat yang bisa membunuh korbannya dengan sangat kejam. Faktor homo-nya yang merupakan penyakit memungkinkannya terpapar penyakit psikologis lain yang lebih mengerikan, yaitu psikopat.   Tolak LGBT! Para aktivis yang menangani masalah dunia “homo” ini biasanya membedakan SSA (penyuka sesama jenis) dengan LGBT. Orang yang suka pada sesama jenis selalu ada, walaupun ini bukan kondisi normal, melainkan penyakit yang harus disembuhkan. Kondisi ini sering disebut SSA saja. Mereka bisa menjadi suka dengan sejenisnya atau bertindak menyerupai lawan jenisnya (mukhannitsât atau mutarajjilât) karena ada bawaan genetikal dan ada juga yang disebabkan faktor lingkungan. Keduanya adalah kondisi “sakit”. Oleh sebab itu, tindakan pertama kepada orang-orang yang berpotensi menjadi penyuka sesama jenis ini adalah mendampinginya dan memberikan bimbingan agar mereka kembali pada kodratnya. Dalam kasus-kasus konseling terhadap penyakit “homo” ini sangat efektif bila melibatkan agama. Mereka yang taat menjalankan ibadah dan memiliki kesadaran agama yang tinggi akan lebih mudah disembuhkan. Ini akan menjadi ladang dakwah khusus bagi lembaga-lembaga dan aktivis-aktivis dakwah. Ketika orang-orang “homo” ini tidak menyadari bahwa itu penyakit, bahkan mereka berusaha untuk coming out, menampakkan diri untuk diakui sebagai manusia “normal”, tanpa penyakit SSA ini sudah berubah menjadi LGBT. Gerakan LGBT inilah yang sekarang tengah marak di sekitar kita dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapat legalisasi dari negara. Terhadap gerakan LGBT inilah kita harus merapatkan barisan untuk menolaknya. Secara pribadi mereka semua adalah objek dakwah, tetapi gerakan mereka adalah suatu “gerakan kriminal” terstruktur yang harus mendapat perhatian serius dari semua kalangan. Sudah saatnya gerakan-gerakan Islam dan gerakan-gerakan masyarakat lain yang memiliki kepedulian terhadap masa depan umat manusia untuk melihat gerakan LGBT ini sebagai masalah serius yang akan mengancam masa depan kita semua. Kalau tidak segera dicegah dan dihentikan, maka jangan salahkan siapa-siapa bila kerusakan masyarakat akan semakin menjadi-jadi. Kita semua harus mencegah mereka menularkan penyakit yang mereka idap; kita kampanyekan bahwa homo itu penyakit; kita cegah sekecil apapun celah untuk melegalisasi keberadaan mereka sebelum semuanya tidak bisa dikendalikan lagi. Wallâhu A’lam.
Reporter: Reporter Editor: admin