Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.
Kabar duka mendalam datang saat saya sedang dalam bis menemani tamu. Ketika saya harus bercerita tentang seluk beluk Maroko--dari mulai sejarah, kekayaan, tradisi, hingga serpihan hikmah dari sikap keagamaan warga lokal--dengan ceria, ketika itu pula saya mesti kuat menahan bulir-bulir air mata, dan mengendalikan emosi yang terbakar dihadapan mereka.
Ust. R Prawoto Prawoto (rahimahullah) adalah guru dan idola saya khususnya dalam ilmu beladiri THIFAN POKHAN. Ilmunya diajarkan rutin kepada kami selama 5 tahun di pesantren. Setidaknya, dua kali dalam seminggu, kami berpeluh melatih raga ini dibawah asuhan Ust Prawoto.
Pertama kali melihat sosoknya, bangga dan kagum. Bangga bisa berguru dan kagum dengan ketegasan dan ilmunya.
Meski belum pernah melihat langsung kehebatan beliau dalam bertarung, namun dari cerita-cerita asatidz lain, beliau lincah dan kuat.
Saya sendiri pernah disuruh memijat beliau di ruang asatidz. Dan ternyata, saking kuat fisiknya, saya seperti memijat tembok. Keras sekali ototnya.
Dalam latihan, beliau tak pernah bosan mengulang-ngulang pesan, "JANGAN MANJA!" saat kami hampir menyerah karena kecapean, atau belum bisa menirukan gerakan jurus dan pemanasan dengan benar.
Beliau pandai menceritakan reaksi kimia tubuh saat latihan. Atau waktu-waktu lari yang baik. Plus minus angkat barbel bagi pendekar Thifan/ Taeshukan. Bernafas yang baik saat pemanasan. Fakta DAHT (racun) bagi yang sudah rutin latihan. Konon beliau juga sudah punya daht. Sekali tonjok dengan kuat, akan berbekas biru di lawan.
Yang paling penting, di akhir latihan, beliau selalu memberikan taushiyah ruhaniyah, tentang motif latihan bukan untuk gaya-gayaan, pamer kekuatan, atau lomba meraih medali, namun untuk membela Islam dan muslimin. Masya Allah.
Ternyata wasiat beliau bukan omong kosong. Beliau sendiri menolak saat ditawari main film laga, padahal honornya tinggi. Alasan beliau, beladiri ini bukan untuk duniawi yang kerap menggiurkan. Apalagi dalam script-nya banyak adegan yang melibatkan peran wanita yang tidak halal.
Terakhir, beliau mengabdi sebagai komandan Korps Brigade Persis, Bandung.
Kini, sosok guru beladiri muslim THIFAN POKHAN, dan SYUFU TAE SYUKHAN yang tegas, gesit, cekatan dalam menjaga ulama, dan ikhlas dalam membagi ilmu itu telah tiada. Dianiaya sadis oleh preman dengan besi di waktu pagi. Beliau meninggalkan dua orang anak, 13 tahun dan seorang bayi 23 hari. Betapa jahatnya pelaku! --untuk itu, kami berharap kasus ini ditangani serius, dan pelaku dihukum seberat-beratnya.
Guru, insya Allah engkau ditempatkan bersama golongan syahid dan orang-orang saleh. Pengabdianmu pada Islam dan ulama akan selalu kami kenang dan akan kami lanjutkan.
Guru, engkau wafat, namun seribu muridmu telah, sedang, dan akan terus tumbuh dan menyebar di setiap penjuru nusantara, bahkan belahan dunia. Mewarisi ghirah mewakafkan jiwa raga untuk izzul islam wal muslimin. Insya Allah, saya salah seorangnya! Amin!
Oleh Risyan Nurhakim di dalam kereta Casablanca ke Rabat, Maroko
Jumat, 02/02/2018