Penyimpangan Akidah Islam

oleh Redaksi

04 Januari 2025 | 16:50

Gambar ilustrasi

Oleh: Dr. Dedeng Rasyidin, M.Ag


Dalam kehidupan keseharian, dijumpai beberapa bentuk penyimpangan dalam memahami Alquran dan al-Sunnah pada bidang Aqidah Islamiyyah. Bentuk-bentuk tersebut, menurut Muhammad al-Buraikan (1994: 33) adalah, al-Ilhâd, al-Ta'thîl, al-Tamtsîl, al-Tahrîf, al-Takyîf, al-Ta'wîl, al-Syubuhât, al-Majâz, al-Mutasyâbih.


1.Al-Ilhâd

a.Arti Ilhâd

Dalam bahasa kata ilhâd berarti, al-Mail artinya condong. Kata itu seakar dengan kata al-lahd artinya, liang lahat, liang kubur. Disebut demikian karena kecondongan jenazah ke sisi sebelah kanan kubur. Dalam arti syariat Islam, Ilhâd ialah kecondongan untuk menyimpang dari makna-makna hakiki nash-nash Alquran dan al-Sunnah.

b.Macam-macam Ilhâd

  1. Ilhâd terhadap ayat-ayat syar'iyyah yaitu, bentuk penyimpangan yang berkaitan dengan ayat syariat, misalnya menta'wilkan sifat-sifat Allah swt.
  2. Ilhâd terhadap ayat-ayat kauniyyah (fenomena alam) yaitu, menisbatkan fenomena alam atau kejadian alam bukan kepada yang menciptanya yaitu, Allah swt, seperti mengkaitkan turunnya hujan kepada bintang tertentu.


c.Bentuk-bentuk Ilhâd

Muhammad al-Buraikan (1994: 33), menyebutkan lima bentuk Ilhâd:

  1. Memberikan nama tertentu bagi Allah swt dengan sesuatu yang tidak layak bagi-Nya. Misalnya orang Nashrani memberi nama kepada Allah dengan, Bapak, para ahli filsafat memberi nama bagi Allah dengan, Zat yang wajib ada dengan sendirinya.
  2. Menggunakan nama-nama Allah swt untuk menamai makhluk tertentu, seperti menamai patung, al-Lâta dari kata al-Ilah, dan patung al-Uzzâ dari kata al-'Azîz dan patung Manât dari kata al-Mannân artinya maha pemberi.
  3. Menggambarkan Allah swt dengan sifat-sifat tertentu yang tidak layak bagi-Nya, misalnya orang Yahudi mengatakan, innalâha faqîrun wa nahnu agniyâ`, Allah itu fakir dan kita kaya (Ali Imran, 181), dan juga perkataan mereka, yadullâhi maghlûlat, tangan Allah terbelenggu, Allah itu kikir (al-Maidah, 64), dan perkataan mereka Allah beristiraah pada hari Sabtu (al-Buraikan, 33).
  4. Meniadakan nama-nama Allah dan sifat-sifatnya dari makna hakiki serta melakukan pengingkaran terhadap kebenarannya, misalnya menganggap nama-nama Allah itu hanya sebagai simbol yang sama sekali tidak menunjukkan kesempurnaan.
  5. Menyerupakan Allah swt dengan salah satu makhluknya, baik dari segi zat atau bentuk-Nya.


2. Al-Ta’thîl


a.Arti ta'thîl‎      

Dalam bahasa Arab ta'thîl‎ artinya, al-Khulwu (ketiadaan) dan al-Farâgh (kekosongan). Makna ini dapat dijumpai dalam firman Allah, al-Hâj : 45,

فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ.

Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi, (Qs. Al-Hâjj [22]:45)

Wa bi`rin muththalat artinya, dan sumur kosong (yang telah ditinggalkan). Dalam arti syara, ta'thîl‎ ialah meniadakan dilalah atau makna nash-nash Alquran dan al-Sunnah dari maksud yang hakiki.

b.Bentuk-bentuk ta'thîl‎


  1. Ta'thîl‎ al-bari` 'an kamâlihi yaitu, meniadakan hakikat kesempurnaan Allah dengan meniadaan nama-nama atau sifat-sifat-Nya.
  2. Ta'thîl‎ mu'âmalatihi yaitu, meniadakan hubungan dengan Allah dengan cara meninggalkan ibadah kepada-Nya atau beribadah selain kepada Allah.
  3. Ta'thîl al-Mashnû' 'an shâni'ihi yaitu, meniadakan keberadaan Allah dari ciptaan-ciptaan-Nya dengan cara mengkaitkan, menisbahkannya kepada selain Allah. Atau menganggap bahwa makhluk itu lebih dulu ada sebelum Allah atau menganggap bukan makhluk Allah (Al-Buraikan, 34)


Zuhair al-Tsawisy (1392:237) menyebutkan, Peniadaan (al-Nafyu) adalah penolakan dan pendustaan terhadap apa yang dibawa oleh rasul Allah swt. Seperti penolakan terhadap sifat-sifat-Nya, dan ini termasuk kepada kufur. Misalnya, menyatakan bahwa Allah itu tidak mendengar, padahal Allah berfirman (al-syura 11), wahuwa al-Samii'u al-Bashiir, Dan Dia (Allah) maha mendengar lagi maha melihat.Dan ini termasuk kepada penyakit hati yang disebut penyakit syubhat.

 

3.Al-Tamtsîl


  1. Arti tamtsîl     

Secara bahasa tamtsîl bermakna al-Niddu dan al-Nazhîr berarti, setanding atau sebanding. Sedangkan menurut syara ialah, menyerupakan selain Allah dengan Allah swt baik dalam zat atau sifatnya.

  1. Bentuk-bentuk tamtsîl
  2. Qiyas Tamtsîl yaitu, analogi penyerupaan, maksudnya menjadikan zat Allah sebagai khalik atau makhluk secara asal dan yang lain sebagai cabang. Kemudian membandingkan yang satu dengan yang lainnya. Qiyas ini ada dua macam; Qiyas Kulli dan Qiyas Juz'i. Qiyas Kulli yaitu, analogi total, membandingkan zat dengan zat, misalnya zat Allah sama dengan zat makhluk-Nya secara keseluruhan. sedangkan Qiyas Juz'i adalah analogi parsial (perbandingan sebagian) membandingkan sebagian sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya.
  3. Qiyas Syumul yaitu, perbandingan ketercakupan, maksudnya menempatkan khaliq dan makhluq dalam satu kaidah umum, dimana masing-masing mempunyai kedudukan yang sama. Misalnya, semua yang maujud (ada) adalah bentuk, termasuk didalamnya khaliq dan makhluq. Dan semua yang mempunyai sifat adalah makhluq, termasuk di dalamnya Khaliq dan makhluq (al-Buraikan, 34)


Zuhair al-Tsawisy (1392 H, 237) menjelaskan, Tasybih atau tamtsîl itu melampaui batas-batas yang telah dijelaskan Allah dan Rasul-Nya, dan tasybih Allah terhadap makhluknya adalah kufur, termasuk penyakit hati dari sisi syubhat. Firman Allah swt,

فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Qs. Al-Shurâ [42]:11)


BACA JUGA: Keluarga Pondasi Utama Pendidikan Menuju Indonesia Emas 2045
Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon